Jakarta, KabarBerita.id — Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa tidak disarankan memberikan air susu ibu (ASI) dalam bentuk bubuk untuk bayi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya regulasi yang jelas terkait pengolahan ASI secara freeze-dried, serta keberadaan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta berbagai risiko yang mungkin membahayakan bayi.
“Di Indonesia, karena belum ada aturan yang benar-benar jelas mengenai pengolahan ASI menjadi bubuk, semuanya harus disetujui oleh BPOM,” ujar Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dokter spesialis anak Naomi Esthernita Fauzia Dewanto.
Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan unggahan seorang influencer yang menceritakan pengalamannya menggunakan jasa suatu perusahaan untuk mengubah ASI menjadi bubuk. Hal ini memicu kekhawatiran dari sejumlah warganet terkait kandungan nutrisi dan kebersihan ASI bubuk jika dikonsumsi oleh bayi.
Naomi menjelaskan bahwa dalam proses pengolahan ASI menjadi bubuk seperti susu formula, banyak hal yang harus diperhatikan, terutama dari segi kebersihan, seperti kebersihan tangan, payudara, cara penyimpanan, dan proses pemberian ASI kepada bayi.
Selain itu, ASI bubuk juga memiliki risiko kontaminasi oleh berbagai kuman yang berbahaya bagi kesehatan bayi. Oleh karena itu, sebelum ASI bubuk diberikan kepada bayi, harus melalui uji yang berbasis bukti (evidence-based) untuk memastikan keamanannya.
Naomi menekankan bahwa rekomendasi utama tetap menyusui langsung bayi hingga usia dua tahun, karena menyusui langsung tidak hanya memberikan ASI, tetapi juga memberikan manfaat lain yang penting bagi kesehatan bayi. Oleh karena itu, dia menyarankan agar ibu tidak mengikuti tren ASI bubuk tanpa pertimbangan yang matang.