Jakarta, KabarBerita.id — Rizieq Shihab tetap ditahan di penjara meski telah menjalani hukuman dalam kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung. Rizieq ditahan karena masih menyisakan kasus swab RS Ummi yang saat ini dalam proses banding di Pengadilan Tinggi DKI.
Menurut pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, penahanan Rizieq untuk kasus RS Ummi tidak melanggar hukum meski sidang banding kasus itu belum digelar pengadilan.
“Jadi ketika penahanan atau pemidanaan dia terhadap kasus Petamburan sudah berakhir, kan dia dalam keadaan tidak ditahan. Jika sebelum keluar, kemudian dia ditahan, itu boleh untuk kasus yang lain,” kata Chairul, Senin (9/8).
Chairul menambahkan, Rizieq bisa ditahan dalam kasus RS Ummi apabila sejak awal dia tak pernah menjalani penahanan di kasus tersebut.
Yang perlu dikeluarkan pengadilan, lanjut Chairul, adalah mengeluarkan surat penetapan penahanan, bukan perpanjangan penahanan.
Dalam kasus Rizieq saat ini, Chairul menyebut yang mengeluarkan surat penetapan penahanan harus Pengadilan Tinggi DKI yang sedang memproses banding perkara swab RS Ummi.
“Memang kalau dia banding, kewenangan beralih ke pengadilan banding, dalam hal ini Pengadilan Tinggi. Tapi itu bukan perpanjangan, tapi penetapan penahanan, kan. Itu yang benar. Karena sebelumnya tidak ditahan dalam kasus RS Ummi,” katanya.
Penahanan Rizieq usai kasus Petamburan dan Megamendung ini memang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi. Hal itu terungkap dalam keterangan resmi tim kuasa hukum Rizieq.
Dalam rilis disebutkan bahwa Rizieq ditahan berdasarkan surat penetapan penahanan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 1831/Pen.Pid/2021/PT DKI.
Salah satu kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar, menyebut penahanan kliennya tidak tepat. Beberapa alasan ia kemukakan, antara lain karena kliennya selama ini bersikap kooperatif.
Selain itu, penahanan Rizieq usai menjalani masa hukuman di kasus Petamburan dan Megamendung juga dinilai melanggar hak asasi manusia, tepatnya melanggar Pasal 17 UU Nomor 38 tentang HAM.
Beleid pasal itu menyebut setiap orang berhak memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak.