“Kamu misalkan dukung Agus, saya Anies, kamu dukung Ahok, sekarang yang terpilih gubernur siapa? Gubernur Jakarta, iya dong, ayo dong ajak kita ngomong, jangan terus dia maunya sendiri, memang ini DPRD punya Pras? Punya pimpinan, punya satu partai?” katanya.
Lulung pun sesumbar jika alasan tidak digelarnya sidang paripurna istimewa karena ketiadaan anggaran, ia siap membiayai semua keperluan yang hadir. Terpenting, kata dia, sidang itu harus diadakan agar aturan yang ada bisa dilaksanakan.
“Kalau dia enggak mau, kita anggarin, kalau enggak ada duit, pakai duit saya, duit Haji Lulung entar, duit saya,” ujar Lulung.
Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, sidang paripurna istimewa untuk pidato politik gubernur baru tak harus digelar. Politikus PDIP itu mengatakan, tak ada aturan baku yang mengatur pelaksanaan paripurna istimewa tersebut.
“Bukan tidak ada, memang enggak diatur, kalau diaturnya ada, saya mau (menggelar sidang paripurna istimewa),” kata Prasetyo di lokasi yang sama.
Prasetyo mengatakan, ketika Ahok maupun Djarot dilantik sebagai gubernur oleh Presiden Joko Widodo, tak ada rapat paripurna istimewa. Kedua orang itu memang dilantik dalam situasi yang berbeda, yaitu menggantikan gubernur sebelumnya yang tidak bisa mengakhiri periode kepemimpinan hingga selesai.
Prasetyo malah mempersilakan Anies-Sandi untuk langsung bekerja menunaikan janji-janjinya selama kampanye Pilkada DKI 2017. “Sekarang kerja saja sudah. Ada nanti waktunya pada saat paripurna apalah, bisa kan dilaksanakan, diselipkan di situ,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Anies mengatakan, enggan berbicara lebih jauh terkait program dan rencana kerjanya sebelum pidato di depan anggota dewan. Dia beralasan, tak etis jika berbicara program tetapi belum menyampaikan gagasan dan visi sebagai gubernur terpilih di hadapan DPRD DKI. (Editor: Erik Purnama Putra).
Sumber ( Republika.co.id )