Port-Au-Prince, KabarBerita.id – Haiti pada Jumat (12/1) menyatakan kaget atas munculnya laporan dugaan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan kata-kata kasar, menganggap negara itu sebagai “lubang kotoran”, sehingga memanggil pemimpin misi diplomatik AS di Haiti untuk meminta penjelasan resmi.
Trump pada Kamis (11/1) mempertanyakan kenapa ASt mau menerima para imigran dari Haiti dan negara-negara Afrika, dengan menyebut beberapa negara sebagai “negara-negara lubang kotoran”, menurut dua sumber berita yang mendengar perkataan tersebut, seperti dikutip Reuters.
Pada Jumat, presiden asal Partai Republik tersebut membantah menggunakan kata-kata seperti itu. Namun, Senator Partai Demokrat AS Dick Durbin, yang menghadiri pertemuan Gedung Putih soal imigrasi satu hari sebelumnya, memastikan kepada para wartawan bahwa Trump memang menggunakan bahasa yang “keji dan kasar”, termasuk “lubang kotoran.”
Para politisi Afrika menilai Trump sebagai sosok yang rasis sementara kantor hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menanggapi dugaan perkataan Trump itu sebagai “rasis” dan bernada hasutan.
Duta Besar Haiti di Washington DC, AS, Paul Altidor mengatakan negaranya merasa sedih karena perhatian tertuju pada perkataan itu pada Jumat, yaitu pada hari Haiti memperingati tahun kedelapan terjadinya gempa bumi hebat yang telah menewaskan 220.000 orang di negara kepulauan itu.
“Saya sudah berbicara dengan Presiden Haiti Jovenel Moise tentang masalah itu, dan tentu saja Presiden mengecam perkataan seperti itu dan beliau merasa kaget,” ujarnya.
Menurut Altidor, Menteri Luar Negeri Haiti Antonio Rodrigue mengatakan kepadanya bahwa kepala misi diplomatik AS di Haiti sudah dipanggil untuk dimintai penjelasan soal dugaan perkataan kasar oleh Trump.
Ia mengatakan Haiti harus dikenang atas sumbangannya kepada sejarah, termasuk dukungannya pada Revolusi Amerika berupa pengerahan pasukan ke Pertempuran Savannah di Georgia pada 1779.
“Rakyat Haiti tidak boleh diperlakukan seperti itu. Rakyat Haiti tidak boleh dilihat sebagai sekelompok imigran yang datang di Amerika Serikat untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya AS,” ujarnya.
Ia menambahkan, “Kita sudah berada di AS sejak lama dan memberikan sumbangan kepada AS yang sudah seperti sekarang. Kami bahkan memberikan pengorbanan habis-habisan ketika kami menumpahkan darah kami di Savannah.”