Jakarta, KabarBerita.id — Palestina pada Kamis (26/1) menyatakan menangguhkan koordinasi keamanan dengan Israel setelah serangan mematikan tentara di Tepi Barat yang menewaskan sembilan orang.
“Koordinasi keamanan dengan pemerintah pendudukan Israel tidak ada lagi saat ini,” bunyi pernyataan resmi dari kantor Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Kamis (26/1).
Terakhir kali Abbas membuat pengumuman seperti itu pada Mei 2020, sebagai tanggapan atas rencana Israel mencaplok bagian Tepi Barat, saat AS masih dipimpin Presiden Donald Trump.
Abbas kemudian memulihkan hubungan itu pada November 2020, setelah Joe Biden mengalahkan Donald Trump dalam Pilpres AS.
Penangguhan koordinasi keamanan dengan Israel berpotensi beri dampak signifikan bagi warga sipil Palestina. Seperti diberitakan AFP, salah satu dampaknya terkait pemindahan pasien Palestina ke rumah sakit Israel dari Tepi Barat dan dari Gaza.
Pengumuman penangguhan terjadi beberapa jam setelah pasukan Israel dilaporkan melancarkan serangan gas air mata ke bangsal anak-anak di sebuah rumah sakit di Tepi Barat, Palestina, pada Kamis (26/1).
Insiden itu menewaskan sembilan orang termasuk perempuan dan melukai 20 orang lainnya.
Kementerian Kesehatan Palestina menuduh pasukan Israel dengan sengaja melancarkan serangan itu hingga membuat anak-anak yang sedang dirawat di RS itu tersedak.
“Pasukan penjajah (Israel) menyerbu Rumah Sakit Pemerintah di Jenin dan dengan sengaja menembakkan tabung gas air mata ke bagian pediatrik di rumah sakit,” papar Menteri Kesehatan Palestina Mai al-Kaila.
Ini menjadi salah satu serangan paling mematikan di Tepi Barat dalam beberapa tahun terakhir.
Meski begitu militer Israel membantah melancarkan serangan ke rumah sakit tersebut.
Sementara itu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan berada di wilayah itu pekan depan untuk mendesak penghentian kekerasan di kawasan.
AS juga dengan cepat mengutuk keputusan terbaru Palestina untuk memutuskan hubungan keamanan Israel, dengan mengatakan itu bukan “langkah yang tepat”.