Karimun, KabarBerita.id – Anggota Komisi II DPR daerah pemilihan Kepulauan Riau, Dwi Ria Latifa, meminta Badan Pertanahan Nasional menjelaskan soal tanah pantai dan laut di Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun yang memiliki sertifikat hak milik.
“Saya akan tanyakan secara resmi ke BPN, pakai surat resmi. Dan kebetulan saya di Komisi II dan BPN adalah mitra Komisi II DPR,” kata dia, dalam kunjungan ke Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Minggu.
Dia mengatakan, BPN harus menjelaskan ke Komisi II DPR, tentang bagaimana proses hingga ada sertifikat di laut. “Apakah itu legal, dan batasnya seperti apa, karena tanah pantai dan laut itu adalah bagian dari milik negara, tidak boleh dijadikan hak milik,” katanya.
Politikus PDI Perjuangan itu sengaja datang ke Karimun untuk melihat langsung tanah pantai dan laut yang dikabarkan menjadi polemik karena dimiliki secara perorangan dengan status sertifikat hak milik.
“Saya mendapat informasi, di kampung saya, ada laut yang dijadikan sertifikat atas nama pribadi. Saya juga agak aneh, ada sertifikat yang keluarnya pada 2017, ternyata sertifikat itu untuk laut dan pantai,” kata politikus kelahiran Tanjung Balai Karimun itu.
Saat meninjau lahan laut dan pantai itu, dia mengungkapkan kekagetannya karena tanah yang dipermasalahkan benar-benar berada di atas pantai, bahkan sampai ke laut dengan jarak sekitar 200 meter dari titik pasang tertinggi.
Selain itu, batas tanah yang dipatok ke arah laut adalah satu penanda di laut (buoy) putih, yang mengapung di air meski kala itu air laut sedang surut pada titik paling rendah.
“Kenapa batasnya bisa boya. Setahu saya, boya itu untuk rambu di laut. Ini aneh,” ujarnya.
Saat memasuki lahan pantai yang berlokasi di Kuda Laut, Kelurahan Baran Timur itu, Latifa juga menemukan selembar spanduk terpampang yang isinya bertuliskan maklumat dari BPN, bahwa lahan itu status quo.
“Dengan dibuatnya maklumat itu, menurut saya sebetulnya, secara tidak langsung ada pengakuan secara diam-diam, BPN menyadari ada kesalahan dengan terbitnya sertifikat itu. Kalau kita lihat sepintas, laut sudah dikapling-kapling, saya yakin ada yang salah, nanti akan kita lihat salahnya dimana,” katanya.
Selain akan membawa masalah tersebut ke Komisi II DPR, Latifa juga meminta polisi menelusuri permasalahan sertifikat tanah pantai dan laut itu, dan memroses siapapun yang terlibat secara hukum.
“Tidak boleh berhenti sampai di situ, saya ingin polisi menelusuri. Saya akan temui kapolres. Apa betul ada warga yang melapor. Dengan terbitnya sertifikat, nelayan susah ke laut yang sudah mencari makan di sini,” katanya.
Dia meminta siapapun yang terbukti melanggar hukum diproses secara hukum. “Kalau sampai ada kongkalikong, saya minta diproses secara hukum,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, kuasa hukum nelayan setempat, Edwar Kelvin Rambe, mengatakan, sertifikat hak milik atas tanah pantai dan laut itu mencuat setelah juru sita Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun datang ke sana beberapa waktu lalu, untuk melakukan sita eksekusi terhadap lahan pantai dan laut.
“Luasnya sekitar lima Hektare, dan ada tiga sertifikat hak milik,” kata dia bersama beberapa nelayan setempat.
Diberitakan, sejumlah nelayan beberapa waktu lalu berdemonstrasi ke Kantor BPN Karimun menuntut pencabutan sertifikat pada lahan laut dan pantai di pesisir Kuda Laut. Kalangan nelayan menganggap lahan pantai dan laut merupakan milik negara, sehingga tidak bisa disertifikatkan.
Saat berdemonstrasi, Kepala BPN Karimun, Susilawati, membuat pernyataan akan membentuk tim untuk mengkaji kembali sertifikat itu, dan menetapkan status quo untuk lahan itu.