Jakarta, KabarBerita.id — ST Burhanuddin selaku Jaksa Agung telah menerbitkan surat pedoman guna menangani kasus obat terlarang dan narkotika menggunakan pendekatan keadilan restoratif. Yang nantinya kasus narkotika akan diseleseaikan dengan proses rehabilitasi.
Ia menambahkan Surat Pedoman nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Melalui Rehabilitasi, terhitung dari tanggal 1 November 2021.
Dalam beleid pedoman yang diterima, Burhanuddin menekankan beberapa jumlah persyaratan supaya proses rehabilitasi bisa dilakukan dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Khususnya dalam tahap prapenuntutan sampai penuntutan yang merupakan tugas dan juga kewenangan Jaksa.
Pada BAB IV tentang Penuntutan huruf B ayat (2), proses rehabilitasi sendiri dapat dilakukan apabila tersangka melanggar Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Ada dua jenis rehabilitasi diantaranya medis dan sosial.
Pada poin keempat huruf F dijelaskan, bahwa syarat dapat rehabilitasi bagi tersangka adalah hasil pemeriksaan laboratorium forensik, tersangka menggunakan narkoba.
Kemudian, tersangka tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan tersangka merupakan pengguna terakhir. Ia melanjutkan, tersangka tertangkap tanpa adanya barang bukti atau dengan barang bukti tetapi tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari.
Burhanudin menulis dalam pedoman, tersangka belum pernah sama sekali menjalani rehabilitasi. Jika sudah pernah, tidak lebih dari dua kali dan didukung dengan adanya surat keterangan dari lembaga yang berwenang.
Apabila tersangka tidak bersedia menjalani proses rehabilitasi, maka proses akan dilajutkan di pengadilan.
Penuntut umum akan melakukan pengawasan rehabilitasi dengan cara tersangka melakukan wajib lapor dalam waktu yang telah ditentukan. Dan hal tersebut juga didukung dengan surat dari lembaga rehabilitasi.
Apabila proses tidak dilakukan, maka proses upaya paksa dan penuntutan akan dilakukan.