Berita  

Dewan Sebut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Timbulkan Banyak Masalah

SEMARANG, Kabarberita.id – Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah Jamaluddin menilai rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) bisa menimbulkan banyak masalah.

Salah satunya adalah pada frasa kontrol seksual  pada pasal 5 ayat (2) huruf b yang dikategorikan kekerasan seksual. Pada frasa tersebut, artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain.

“Kalau kita cermati pasal ini, pihak yang melakukan kontrol seksual justru bisa dipidanakan, terus Orang tua tidak boleh melarang anak lajangnya melakukan hubungan seks bebas karena bisa terkategori kontrol sosial. Kan ini masalah, Padahal orang tua berkewajiban untuk menjaga anaknya dari pergaulan bebas dan kemaksiatan lainya,”kata dia dalam keterangannya Rabu (30/1/2019) di Kota Semarang.

Lebih lanjut, Jamal mengungkapkan kebebasan seksual ini makin nampak pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat.

“Artinya kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT, ini jelas akan menyebabkan makin rusaknya moral anak bangsa ini,”jelas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Selain itu, Jamal mengatakan pada pasal 7 ayat (2) dinyatakan bahwa Kontrol Seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu.

“Berarti orang tua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana. Padahal akar malahnya saat ini adalah aurat perempuan dipertontonkan dimana-mana dengan vulgar, anak-anak sejak dini sudah terpapar pornografi. Saat ini bukan lagi zaman dimana orang mencari konten pornografi. Tapi konten pornografi yang mendatangi kita, tanpa diminta,”jelas dia.

Akibatnya, kata Jamal, akan muncul penyakit masyarakat berupa seks bebas. Jika bisa terpenuhi suka sama suka menjadi zina dan prostitusi. Jika tak terpenuhi, menjadi perkosaan. Akibat zina dan perkosaan, muncul kehamilan tak diinginkan (KTD), lanjutannya adalah aborsi.

“Upaya menghentikan kekerasan seksual dengan mengusung kebebasan seksual ibarat mengaduk lumpur. Makin memperkeruh masalah. Kekerasan seksual akan makin marak, seiring kebebasan seksual makin digemakan,”pungkasnya.

Untuk diketahui, RUU ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejak Januari 2016, DPR setuju RUU ini masuk Prolegnas 2015-2019. RUU yang ditargetkan ketok palu tahun 2018 ini dibahas oleh Komisi VIII yakni bidang agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.

Tinggalkan Balasan