Kabar Berita.id, Pemerintah akan menaikkan cukai rokok pada 1 Januari 2018 mendatang. Kenaikan harga cukai rokok menjadi rata-rata 10,04%.
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) berpendapat, kenaikan cukai rokok tersebut kurang tepat jika melihat kondisi industri rokok dan perekonomian saat ini.
Ketua Umum Gappri, Ismanu Sumiran mengharapkan adanya langkah lebih lanjut dari pemerintah untuk melindungi industri rokok.
Kondisi industri hasil tembakau saat ini kata dia tengah mengalami pelemahan. Hal tersebut dapat dilihat dari data produksi rokok yang terus mengalami penurunan dalam 3 tahun terakhir. Di 2015, produksi rokok sebesar 348,12 miliar batang, 2016 tercatat 324 miliar batang, dan hingga September 2017 baru sebanyak 237 miliar batang.
“Kalau dari Gappri, memang situasi pasar sekarang tidak bersahabat. Sampai hari ini produksi baru sekitar 70%. Sehingga kalau kemarin di 2016 itu 324 miliar batang, ini kalau bisa sama saja, bagus. Tapi kami pesimis,” ungkapnya.
Pelemahan ini sendiri sedikit banyak lantaran berbagai regulasi yang sudah diterapkan. Mulai dari kebijakan shifting yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 1999 tentang penanggulangan masalah merokok bagi kesehatan. Negara memerintahkan pembatasan maksimal kandungan tar dan nikotin pada rokok.
Hal ini pun sontak membuat produksi rokok kretek tangan berkurang drastis dan justru memproduksi rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang memiliki kandungan tar dan nikotinnya lebih rendah, sampai akhirnya muncul produk mild atau rokok putih dan adanya impor tembakau.
“Kami jelaskan, memang tembakau nya di sini tidak ada (tidak diproduksi). Sehingga kalau ada importasi tembakau, jangan sampai memutus urat nadinya sendiri. Sehingga kebijakan ini perlu sinkronisasi terhadap kecukupan dari industri,” tutur dia.
Selain itu, pemerintah juga konsisten menaikkan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir. Gappri mencatat, rata-rata kenaikan cukai mencapai 11% dalam 5 tahun terakhir. Sementara peredaran rokok ilegal semakin meningkat. Hal ini pun menimbulkan kontraksi di produksi.
“Dalam posisi seperti itu, maka industri rokok menjadi mengalami penurunan. Angka kepada kemampuan beli (purchasing power), makin kita meningkatkan harga rokok, estimasi kami turun 2-3% tahun depan,” paparnya.
“Harapan kami, kebijakan pemerintah tidak hanya fiskal tapi juga continuity industri ini. Karena kontribusi cukai kita 10% terhadap APBN. Dan dilihat dari nilai industrinya, ini cukup besar dibanding BUMN dan kesehatan. Dengan posisi seperti itu, tentu saja menjadi kurang arif jika cukai dinaikkan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, kontribusi rokok terhadap penerimaan negara mencapai 10,2% dari pendapatan perpajakan yang berasal dari cukai tembakau atau mencapai Rp 154 triliun (tahun 2014). Industri rokok juga melibatkan sekitar 5,98 juta pekerja yang terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi dan 1,7 juta pekerja di sektor perkebunan.
sumber : detikFinance