Jakarta, KabarBerita.id– Tekad Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menunaikan janji-janji politiknya saat kampanye pilkada sekitar setahun lalu, tidak pernah surut.
Anies yang dilantik bersama Wakil Gubernur Sandiaga Salahuddin Uno pada 16 Oktober 2017, terus berupaya satu per satu melaksanakan sejumlah hal yang dijanjikannya saat kampanye, melalui slogan “Maju Kotanya Bahagia Warganya”.
Meski pada awalnya banyak yang meragukan keberanian Anies-Sandi untuk memenuhi janji politiknya, namun perlahan tapi pasti keduanya pun mengeluarkan kebijakan-kebijakan berani, yang sekaligus menepis keraguan terhadap mereka.
Sejumlah kebijakan yang dibuat Anies Baswedan-Sandiaga Uno menjadi catatan penting selama 2018.
Salah satu kebijakan berani yang dilakukan duet Anies-Sandi adalah menutup tempat hiburan Hotel Alexis yang ditenggarai melanggar Peraturan Daerah (Perda).
Manajemen PT. Grand Ancol Hotel yang mengelola Alexis di Jalan RE. Martadinata Nomor 1 diminta menghentikan seluruh kegiatan usaha pariwisatanya mulai hari Rabu, 28 Maret 2018.
Sebelumnya, Jumat, 23 Maret 2018, Pemprov DKI Jakarta mengirimkan surat kepada pimpinan PT Grand Ancol Hotel yang berisi pemberitahuan bahwa sehari sebelumnya, 22 Maret 2018, telah dikeluarkan surat keputusan pencabutan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Langkah ini dilakukan setelah Pemprov DKI Jakarta melakukan pemeriksaan yang lengkap atas semua laporan terjadinya praktik-praktik yang melanggar peraturan daerah, khususnya Perda pasal 14 Nomor 6 tahun 2015.
Gubernur Anies Baswedan, yang kini seorang diri memimpin Jakarta karena Sandiaga Uno telah mengundurkan diri untuk maju menjadi Calon Wakil Presiden pada Pilpres 2019, menegaskan bahwa langkah untuk melakukan penutupan Alexis tidak dilakukan dengan mengirim pasukan Satpol PP maupun aparat gabungan, tetapi dilakukan dengan mengirim secarik kertas keputusan bahwa TDUP dicabut dan yang bersangkutan diminta memenuhi perintah tersebut.
Bermula dari laporan yang dibuat oleh sebuah majalah yang kemudian ditindaklanjuti dan dilakukan pemeriksaan investigasi lengkap, dengan mengumpulkan seluruh informasi, sumber-sumber kompeten hingga akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran Perda.
Pemprov DKI seolah ingin mengirimkan pesan kepada semua pihak bahwa tindakan tegas akan dilakukan pada kasus ini jika pihak-pihak terkait tidak mengindahkannya. Dalam kasus Alexis, Pemprov DKI menilai telah terjadi pelanggaran-pelanggaran berat seperti perdagangan manusia, praktik-praktik prostitusi, serta peredaran narkoba, yang sangat membahayakan dan merusak generasi muda di masa mendatang.
Kebijakan penting lainnya yang dilakukan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno adalah “menyegel” proyek pulau hasil reklamasi, pada 7 Juni 2018.
Saat itu, Gubernur Anies dengan menggunakan kemeja batik bermotif naga bermahkota memantau penyegelan di pulau reklamasi yakni pulau C, D dan G secara langsung. Kemeja batik warna dominan coklat bermotif naga bermahkota yang dikenakan Anies, dalam mitologi Jawa, biasanya digambarkan sebagai pelindung atau pengayom.
Pemprov DKI Jakarta melakukan penyegelan atas seluruh bangunan yang terletak di atas tanah yang hak pengolahan lahannya dimiliki Pemprov DKI Jakarta dan seluruh bangunan ini tidak memiliki izin. “Jumlah bangunan yang disegel ada 932 bangunan terdiri dari 409 Rumah, 212 rukan dan 313 rukan dengan rumah tinggal,” kata Anies.
Sebelumnya, Anies telah meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil untuk membatalkan seluruh sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) tiga pulau reklamasi yang diberikan kepada pengembang. Surat permohonan itu dikirim untuk membatalkan tiga pulau yang dimaksud yakni Pulau C, D dan G. Surat dengan nomor 2373/-1.794.2 itu ditandatangani oleh Anies pada 29 Desember 2017.
Untuk Publik Langkah selanjutnya, Pemprov DKI memberikan penamaan kawasan pantai di tiga pulau reklamasi, sebagaimana tercantum dalam keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 1.744 Tahun 2018 tentang Penamaan Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju, Kawasan Pantai Bersama Kota Admistrasi Jakarta Utara. Keputusan Gubernur yang ditandatangani pada 27 November 2018 itu terkait penamaan lahan-lahan hasil reklamasi. Lahan-lahan itu selama ini disebut dengan istilah Pulau ada Pulau C, D dan G.
Menurut Anies, penamaan Pulau C, D dan G itu sesungguhnya tidak berdasarkan kepada rujukan ketentuan tata ruang yang tepat dan benar. Wilayah-wilayah hasil reklamasi itu sesungguhnya menjadi bagian dari Pulau Jawa, jadi bukan pulau-pulau baru.
“Yang tepat itu disebut sebagai kawasan pantai, yang menjadi bagian dari pulau Jawa. Itu bukan sebuah pulau yang baru, cuma karena kepopulerannya sudah terlanjur jadi, semua menyebut dengan istilah Pulau,” katanya.
Lahan dari hasil reklamasi nantinya akan diserahkan dan dikelola oleh Jakpro (PT. Jakarta Propertindo). Karena itu, Pemprov segera memberikan penamaan pada wilayah itu, sehingga Jakpro memiliki wilayah tugas yang jelas.
Dengan demikian Pulau C, Pulau D dan Pulau G, kini berubah penamaannya secara resmi menjadi kawasan pantai, yakni Pulau C menjadi kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi kawasan Pantai Maju dan Pulau G menjadi kawasan Pantai Bersama. Perubahn penamaan ini akan menjadi rujukan dalam semua ketentuan yang dikaitkan dengan wilayah.
Penamaan tiga pulau bekas reklamasi yaitu kawasan Pantai Kita, Pantai Maju, Pantai Bersama maknanya untuk masa depan. Persentase yang dikelola oleh Jakpro adalah sekitar 65 persen. Sedangkan penataan kelurahannya untuk tiga kawasan pantai tersebut, saat ini masih masuk di dalam kelurahan Kamal Muara dengan Kecamatan Penjaringan dan Pluit.
“Nantinya ini belum menjadi sebuah kelurahan tersendiri, bisa menjadi kelurahan sendiri bila memenuhi syarat, salah satunya alasan juga jumlah penduduk bila nanti akan ada penduduk di tempat itu,” kata Anies.
Proses pembangunan di kawasan tersebut akan disegerakan, pembangunan oleh Jakpro bukan yang sifatnya permanen tetapi pembangunan infrastruktur dasar, sehingga warga bisa memasuki kawasan pantai itu. Misalnya infrastruktur dasar yaitu jalan kemudian untuk kendaraan, untuk pejalan kaki maupun jalan untuk sepeda.
DP Nol Rupiah Janji politik Anies-Sandi selanjutnya yakni meluncurkan program hunian uang muka (Down Payment/DP) Nol Rupiah, yang mulai diberlakukan di Klapa Village, Duren Sawit, Jakarta Timur pada 12 Oktober.
“Saya gariskan bahwa semua yang menjadi rencana program janji-janji kampanye, kita akan tunaikan satu per satu. Hari ini janji DP Nol Rupiah kita tunaikan dan Insyaallah ini menjadi awal bagi tuntasnya masalah perumahan,” kata Anies.
Program ini mulai dibuka pendaftaran pada tangal 1 November 2018, kemudian diberi nama Solusi Rumah Warga (SAMAWA). Nama itu memiliki makna membawa pesan harapan. Nantinya bukan sekadar bentuk bangunan rumah tapi menjadi tempat untuk tumbuhnya keluarga yang bahagia.
“Ini adalah lokasi pertama, PD Sarana Jaya sudah menyiapkan beberapa tower yang sudah akan dibangun,” kata Gubernur. Anies mengharapkan akan lebih banyak lokasi yang akan digunakan dan menyambut baik berbagai institusi, baik swasta maupun BUMN, yang ikut terlibat dalam program DP Nol Rupiah.
Hal ini menjawab kebutuhan 51,7 persen warga Jakarta yang tidak memiliki rumah tinggal milik sendiri.
Kawasan tersebut akan disiapkan fasilitas umum yang utama yakni program integrasi antarmoda bernama “Jak Lingko” menggantikan Ok Otrip. “Dengan fasilitas Jak Lingko ini, kamiberharap warga yang menghuni memiliki akses kalau ke mana-mana, tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi,” kata Anies.
Program Jak Lingko adalah nama pengganti dari program One Karcis One Trip (OK Otrip) yang artinya Jakarta Berjejaring.
Program ini diharapkan dapat menjadi induk dari integrasi transportasi publik di Jakarta. Melalui Jak Lingko diharapkan bus kecil, medium, dan besar berjejaring akan terintegrasi dengan transportasi massal berbasis rel seperti Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT) dan commuterline serta transportasi berbasis Bus Rapid Transit (BRT) seperti Transjakarta.
Sesuai dengan arti kata Lingko, yang diambil dari bahasa Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), yaitu jaring laba-laba.
Maka diharapkan sistem transportasi di Jakarta tersambungkan satu sama lain menjadi satu jejaring yang saling terintegrasi,” ungkap Anies. Mulai dari transportasi moda angkutan umum massal jenis mikro bus, medium, besar, Light Rail Transit (LRT), Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT), semuanya akan tersambung menjadi satu sistem transportasi.
Selain itu, karena Jak Lingko meneruskan yang sudah dilaksanakan selama ini melalui program OK Otrip, maka untuk sementara waktu, Jak Lingko berada di bawah tanggung jawab PT Transjakarta.
Tidak hanya MRT, LRT dan BRT, Pemprov DKI Jakarta juga akan menggandeng PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dalam Jak Lingko.
Bahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta 2018-2022, Pemprov DKI juga berwncana membangun “elevated loopline”.