Jakarta, KabarBerita.id — Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan buka suara setelah serangan bom bunuh diri yang terjadi di luar kantor Kementerian Dalam Negeri, Minggu (1/10). Ia meyakini para pelaku teror tidak akan pernah bisa mencapai tujuan mereka.
Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang terdaftar sebagai kelompok teror, mengaku bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
“Penjahat yang mengancam perdamaian dan keamanan warga negara belum berhasil mencapai target mereka dan tidak akan pernah berhasil,” kata Erdogan saat berpidato di hadapan parlemen beberapa jam usai insiden bom bunuh diri itu, mengutip AFP.
Sebelumnya pagi tadi dua teroris menyerang kawasan Kemendagri Turki. Para pelaku aksi bom bunuh diri itu tiba dengan sebuah kendaraan komersial sekitar pukul 09.30 di depan pintu masuk Direktorat Jenderal Keamanan.
“Salah satu teroris meledakkan diri. Satunya lagi tewas tertembak sebelum sempat meledakkan diri,” ujar Menteri Dalam Negeri Ali Yerlikaya dalam sebuah pernyataan pers di luar kementerian.
Menurut Ali dua petugas polisi terluka ringan dalam baku tembak tersebut.
Dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita ANF, yang terafiliasi dengan gerakan Kurdi, PKK mengatakan bahwa “aksi bom bunuh diri itu dilakukan terhadap Kementerian Dalam Negeri Turki”.
Markas besar kepolisian Ankara mengatakan di platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa mereka melakukan “ledakan terkendali” terhadap “paket-paket yang mencurigakan” untuk mencegah terjadinya ledakan lainnya.
Kantor kejaksaan Ankara mengatakan bahwa mereka sedang membuka investigasi dan melarang akses ke daerah tersebut. Media turut diminta untuk berhenti menampilkan gambar-gambar dari lokasi serangan.
Erdogan kemudian membuka sidang parlemen dengan mengecam penantian panjang negaranya untuk bergabung dengan Uni Eropa. Ia menyatakan Turki “tidak lagi mengharapkan apa pun dari Uni Eropa, yang telah membuat kami menunggu di depan pintunya selama 40 tahun”.
“Kami telah menepati semua janji yang telah kami buat kepada Uni Eropa, tetapi mereka tidak menepati janji-janji mereka,” ujarnya, dan menambahkan bahwa ia tidak akan “mentolerir tuntutan atau syarat-syarat baru” bagi negaranya untuk bergabung dengan blok tersebut.
Sesi parlemen Turki kali ini juga harus mengesahkan masuknya Swedia ke dalam aliansi NATO. Hungaria dan Turki pada bulan Juli mencabut veto mereka terhadap masuknya Swedia ke dalam aliansi Atlantik, tetapi telat meratifikasi keanggotaannya.
Pada Juli lalu, Erdogan mengisyaratkan bahwa ratifikasi oleh parlemen Turki tidak akan terjadi sebelum Oktober, tetapi diharapkan akan disetujui selama tahun parlementer ini. Selama berbulan-bulan, Erdogan telah menekan Swedia untuk mengambil tindakan terhadap penodaan Al-Quran yang telah membuat hubungan kedua negara menjadi tegang.
Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson berjanji bahwa negaranya “sekali lagi menegaskan komitmennya terhadap kerja sama jangka panjang dengan Turki dalam memerangi terorisme”.
Sejumlah pemimpin asing juga menyuarakan dukungan untuk Turki setelah serangan tersebut, dengan pesan-pesan dukungan yang datang dari Jerman, Inggris, dan kedutaan besar Amerika Serikat di Ankara.
Ibukota Turki telah menjadi tempat terjadinya beberapa serangan, terutama pada tahun 2015 dan 2016, dan banyak serangan diklaim dilakukan oleh PKK atau kelompok ISIS.
PKK telah melancarkan pemberontakan terhadap pemerintah Turki sejak tahun 1984 dalam sebuah konflik yang telah merenggut puluhan ribu nyawa.
Pada bulan Oktober 2015, sebuah serangan di depan stasiun utama di Ankara yang diklaim oleh kelompok ISIS menewaskan 109 orang.
Serangan bom terbaru di Turki terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di Istanbul pada November 2022, yang menewaskan enam orang dan melukai 81 lainnya.