Jakarta, Kabar berita.id — Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi kronis yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensinya sebesar 30,8% dengan kata lain 3 dari 10 balita di Indonesia menderita stunting.
Direktur Kerjasama Pendidikan Kependudukan BKKBN Dr Edi Setiawan S.Si., M.Sc., MSE mengatakan stunting atau balita pendek merupakan suatu kondisi gagal tumbuh yang terjadi pada anak balita karena kekurangan gizi kronis, terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Hal ini diungkapkan Edi saat Sosialisasi KIE Program Bangga Kencana BKKBN bersama mitra kerja di Provinsi DKI Jakarta, tepatnya di RPTRA DAHLIA, RT 01/06, Kelurahan Kelapa dua wetan Kec Ciracas, Jakarta Timur, Jum’at 10 Maret 2023.
“Kondisi stunting umumnya disebabkan oleh rendahnya asupan gizi dan status kesehatan dalam waktu yang cukup lama, kurangnya akses sanitasi dan air bersih sehingga timbul infeksi yang terjadi secara berulang, serta pola asuh tidak memadai, terutama pada periode 1000 HPK,” ungkap Edi.
Edi menambahkan deteksi dini stunting dapat dilakukan dengan memantau kurva pertumbuhan anak secara rutin. Bagi para Ibu, disarankan untuk rutin memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan mengunjungi Posyandu terdekat di lingkungan.
“Kader akan menjelaskan bagaimana berat badan serta panjang/tinggi badan anak berdasarkan kategori umurnya,” tutur Edi.
Edi menjelaskan, balita dikategorikan stunting ketika indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan z-score berada pada rentang kurang dari -2 SD (pendek) s/d -3 SD (sangat pendek).
Ahli Kesehatan Masyarakat Dr Jojor lamsihar Manalu ,SSi.MT menambahkan pencegahan stunting perlu untuk dilakukan sedini mungkin.
“Semakin dini kita mencegahnya, sejak remaja perempuan, maka akan semakin baik hasilnya. Perlu perubahan perilaku, karena cegah stunting itu penting!” tegas dia.
Ia menyebutkan beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting adalah pemberian tablet tambah darah sebanyak minimal 90 buah selama kehamilan, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, persalinan ibu hamil dengan dokter atau bidan ahli
Implementasi Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian Asi Ekslusif pada bayi s/d usia 6 bulan, pemberian MP-ASI mulai usia 6 bulan hingga 24 bulan/2 tahun.