Berita  

Bencana Hidrometerologi Masih Banyak Terjadi Tahun 2018

Suasana kota Ternate di kaki Gunung Gamalama di Maluku Utara, Rabu (31/12). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM masih menetapkan status Gunung Gamalama pada level III atau siaga sejak gunung tersebut bererupsi menyemburkan abu vulkanik pada Kamis, 17 Desember. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Rei/nz/14.
Suasana kota Ternate di kaki Gunung Gamalama di Maluku Utara, Rabu (31/12). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM masih menetapkan status Gunung Gamalama pada level III atau siaga sejak gunung tersebut bererupsi menyemburkan abu vulkanik pada Kamis, 17 Desember. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Rei/nz/14.

JAKARTA, Kabarberita.id – Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan bencana hidrometerologi akan menjadi bencana yang paling banyak terjadi pada 2018.

“Diperkirakan banjir, longsor dan puting beliung masih akan mendominasi bencana selama 2018. Diperkirakan lebih dari 90 persen adalah bencana hidrometerologi,” kata Sutopo ditemui di kantornya di Jakarta, Kamis (4/1/2018) dikutip dari Antara.

Sutopo mengatakan, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kondisi musim hujan dan kemarau pada 2018 diperkirakan normal.

Tidak akan terjadi “el nino” yang menyebabkan kekeringan, dan tidak ada “la nina” yang menyebabkan hujan berlebihan.

“Namun, banjir, longsor dan puting beliung tetap akan dominan. Hanya sebarannya yang tergantung dengan curah hujan,” tuturnya.

Menurut Sutopo, Indonesia kerap terkena bencana hidrometerologi disebabkan beberapa hal, antara lain karena berada di wilayah tropis dengan geografis berupa kepulauan sehingga curah hujan tinggi dan dampak dari perubahan iklim global.

Perubahan iklim global semakin meningkatkan kejadian hujan ekstrem sehingga menyebabkan sering terjadi hujan yang deras sekali.

Namun, Sutopo mengatakan banjir, longsor dan puting beliung semakin meningkat dan meluas lebih banyak disebabkan oleh faktor antropogenik atau ulah manusia.

Eksploitasi lingkungan dan sumber daya alam dan meluasnya perubahan penggunaan lahan selama puluhan tahun berdampak pada peningkatan dan perluasan kejadian bencana hidrometerologi.

“Banyak perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan, dari sawah pertanian menjadi permukiman, yang tanpa diikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air,” ujarnya.

Kalau pun ada rencana tata ruang yang betul-betul mengatur ekosistem, dalam praktiknya masih sangat rendah memperhatikan konservasi tanah dan air.

Tinggalkan Balasan