Jakarta, KabarBerita.id — Banyak dari kita mungkin sudah terbiasa dengan konsumsi minuman manis setiap hari. Namun, apa yang terjadi pada tubuh jika kita berhenti mengonsumsinya?
Minuman manis telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, mulai dari kopi susu gula aren hingga minuman bersoda kemasan. Sering kali, minuman ini dianggap dapat membantu meningkatkan konsentrasi saat bekerja.
Namun, konsumsi gula berlebih dikenal memiliki dampak negatif terhadap kesehatan, seperti memicu obesitas dan meningkatkan risiko diabetes tipe-2. Diabetes sendiri adalah salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskular yang dapat mengancam nyawa.
Untuk menjaga kesehatan jangka panjang, disarankan untuk mengurangi atau bahkan menghindari konsumsi minuman manis. Beberapa orang yang telah berhenti mengonsumsi minuman manis melaporkan hasil yang positif, seperti tubuh yang lebih sehat dan penurunan berat badan.
Jadi, apa yang terjadi pada tubuh ketika kita berhenti mengonsumsi minuman manis?
Dokter spesialis gizi di RS Melinda Bandung, Jonahes Casay Chandrawinata, menjelaskan bahwa tubuh akan terasa lebih segar dengan berkurangnya asupan gula.
“Dengan berkurangnya asupan gula dari minuman manis, tubuh akan terasa lebih segar dan sehat,” kata Johanes dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com.
Pada awalnya, tubuh mungkin merasa lemas dan kurang berenergi karena penurunan asupan gula, yang biasa digunakan sebagai sumber energi. Namun, ini bukan berarti tubuh mengalami kekurangan gula darah, karena tubuh yang sehat tetap menjaga kadar gula darah dalam batas normal.
“Ini bukan tanda kekurangan gula darah, karena tubuh yang sehat mampu menjaga kadar gula darah tetap normal,” tambah Johanes.
Seiring berjalannya waktu, tubuh akan mulai menyesuaikan diri dengan penurunan drastis asupan gula. Biasanya, adaptasi ini mulai terasa sekitar 7-10 hari setelah berhenti mengonsumsi minuman manis.
Setelah melewati fase penyesuaian, tubuh akan terasa lebih bugar dan energik.
Selain itu, menghentikan konsumsi minuman manis juga dapat menurunkan kadar trigliserida dalam darah, yang jika terlalu tinggi dapat memicu risiko stroke, serangan jantung, dan masalah kardiovaskular lainnya.