Jakarta, KabarBerita.id — Amerika Serikat menganggap China sebagai ancaman keamanan terbesar di abad 21. Hal ini menyusul penguatan militer Negeri Tirai Bambu yang dinilai semakin agresif terutama di kawasan Asia-Pasifik.
Hal itu diungkapkan Komandan Satuan Komando Militer AS Kawasan Indo-Pasifik, Laksamana Philip Davidson, dalam rapat di Senat AS, Selasa (9/3).
Davidson mengatakan China sedang membangun angkatan bersenjatanya dengan semakin ofensif. Tak hanya itu, ia juga menganggap Beijing terus memperluas pengaruh di kawasan karena ingin menandingi kekuatan militer Amerika di Asia.
“Saya seumur hidup saya memahami beberapa kemampuan yang mereka (China) tempatkan di lapangan adalah postur yang agresif,” kata Davidson.
“Saya melihat mereka mengembangkan sistem, kemampuan, dan postur yang menunjukkan bahwa mereka tertarik pada agresi,” ujarnya menambahkan.
Dalam rapat itu, Davidson mengajukan pertambahan anggaran sejumlah miliaran dolar untuk membeli persenjataan baru di kawasan Pasifik. Menurutnya, investasi diperlukan untuk meredam ambisi militer China di kawasan itu.
Davidson menggambarkan China sebagai “ancaman strategis jangka panjang dan terbesar bagi keamanan di abad ke-21.”
Ia menganggap Beijing telah melakukan tindakan yang semakin mengancam dengan menyinggung aktivitas militer China di Taiwan hingga Laut China Selatan.
“Saya khawatir mereka mempercepat ambisi mereka untuk menggantikan Amerika Serikat dan peran kepemimpinan kami dalam tatanan internasional berbasis aturan, yang telah lama mereka katakan bahwa mereka ingin melakukannya pada tahun 2050. Saya khawatir tentang mereka mencapai target itu lebih cepat,” ujar Davidson seperti dikutip CNN.
Sementara itu, China berulang kali menegaskan bahwa penguatan militernya selalu bersifat defensif untuk mempertahankan diri.
“Pengembangan pertahanan nasional China bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keamanan yang sah dan berkontribusi pada pertumbuhan kekuatan damai dunia,” bunyi buku putih pertahanan China 2019. “China tidak akan pernah mengancam negara lain atau mencari wilayah pengaruh apa pun.”
Davidson bahkan menganggap China bisa menginvasi Taiwan dalam enam tahun ke depan dengan penguatan militer yang semakin agresif ini.
Selama ini, China menganggap Taiwan sebagai wilayah pembangkang lantaran berkeras ingin memerdekakan diri sebagai negara berdaulat.
Relasi China dan Taiwan juga terus memburuk setelah Taipei dipimpin oleh Presiden Tsai Ing-wen. Tsai merupakan Presiden Taiwan yang pro-demokrasi.
Namun, Presiden China, Xi Jinping, berkeras tidak akan membiarkan Taiwan merdeka. Ia bahkan bersumpah akan melakukan segala cara, termasuk perang militer untuk mempertahankan Taiwan.
AS mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taiwan ke China pada 1979. Meski begitu, AS tetap menjadi sekutu tidak resmi dan pendukung militer terpenting bagi Taiwan di bawah perjanjian Taiwan Relations Act.
Selain Taiwan, Davidson juga menyinggung agresifitas militer China di Pasifik dan Laut China Selatan.
“Kami melihat penyebaran angkatan laut China dari kelompok tugas layanan dan kapal selam yang melakukan pelayaran mengelilingi Guam dan Persemakmuran Mariana Utara,” katanya.
Guam merupakan salah satu pulau di Micronesia, barat Pasifik, yang menjadi lokasi basis militer AS dengan setidaknya 170 ribu warga Negeri Paman Sam.
“Guam adalah target hari ini. Itu perlu dipertahankan,” kata Davidson. “Pertahanan mereka adalah pertahanan tanah air.”