Jakarta, KabarBerita.id — Dalam Pilkada 2024, mungkin terjadi situasi di mana pasangan calon tunggal bersaing melawan kotak kosong. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengatur pelaksanaan Pilkada dalam kasus seperti ini.
Kotak kosong muncul saat hanya ada satu pasangan calon tanpa pesaing, sehingga dalam surat suara terdapat kolom untuk pasangan calon dan kolom untuk kotak kosong. Pemilih kemudian memberikan suara dengan mencoblos salah satu kolom.
Jika kotak kosong memperoleh suara lebih dari 50 persen dalam Pilkada, calon tunggal dianggap kalah. Berdasarkan Pasal 54D ayat (1) UU Pilkada, calon tunggal harus memperoleh lebih dari 50 persen suara sah untuk dinyatakan sebagai pemenang.
Apabila calon tunggal kalah, mereka dapat mencalonkan kembali pada Pilkada berikutnya sesuai jadwal yang berlaku. “Jika suara pasangan calon kurang dari 50 persen, mereka bisa mencalonkan lagi pada Pilkada berikutnya,” demikian bunyi Pasal 54D ayat (2) dan (3).
Jika hasil Pilkada tetap menyebabkan kekosongan kepemimpinan, pemerintah akan menunjuk pejabat sementara untuk memimpin wilayah tersebut hingga kepala daerah definitif terpilih. “Jika belum ada pasangan calon terpilih, Pemerintah akan menugaskan penjabat sementara,” bunyi Pasal 54D ayat (4).
Fenomena kotak kosong pernah terjadi pada Pilkada Kota Makassar 2018, di mana kotak kosong mengalahkan pasangan calon tunggal Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi. Kotak kosong mendapatkan 300.795 suara sementara pasangan calon hanya memperoleh 264.245 suara.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar mengulangi pemilihan pada 2020. KPU memastikan bahwa masyarakat tetap memiliki hak pilih meskipun hanya ada satu calon di Pilkada 2024, selama tidak ada upaya untuk merugikan proses pemilihan.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin menyatakan, penting bagi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya meskipun hanya ada satu calon yang bersaing.