Jakarta, KabarBerita.id — Ingin berhenti bekerja namun rasanya terlalu sulit untuk benar-benar keluar dari perusahaan tempat Anda bekerja. Mungkin inilah yang dirasakan sebagian besar para pekerja di Jepang.
Mereka bahkan harus menyewa pakar pengunduran diri agar bisa dengan tenang keluar dari kantor yang telah ‘menjebak’ mereka secara tidak langsung.
Hal inilah yang juga dilakukan Yuki Watanabe, yang dulu menghabiskan 12 jam setiap hari, bekerja keras di kantor namun masih dianggap sebagai jam kerja yang singkat. Beberapa perusahaan menerapkan jam kerja 9-9 ja dan dianggap sebagai jam kerja minimun.
Watanabe bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi dan pembayaran elektronik yang cukup besar di Jepang. Tuntutan kerja di sana memang cukup intens, dia mulai mengalami masalah kesehatan.
“Kaki gemetar dan masalah perut,” kata dia menceritakan masalah kesehatan yang dialami. Watanabe menggunakan nama samaran kepada CNN untuk melindungi masa depannya di dunia kerja.
Saat menyadari berbagai masalah kesehatan mulai muncul, dia sadar harus segera berhenti dari pekerjaan itu. Tapi ada satu hal yang menghalangi, yakni budaya kerja di Jepang yang terkenal Top-Down.
Meminta pulang lebih cepat atau bahkan mengambil hak cuti saja sulit. Apalagi mengundurkan diri, semua ini dianggap sebagai bentuk tidak menghormati pemberi kerja. Karena banyak yang memang mendedikasikan diri tak pindah kerja hingga masuk masa pensiun.
Bahkan ada kasus atasan merobek surat pengunduran diri dan memaksa bertahan. Hal ini juga membuat Watanabe semakin tidak berani untuk mengundurkan diri.
Dia akhirnya menemukan cara untuk berhenti. Dia meminta bantuan ke Momuri, agen pengunduran diri yang banyak membantu karyawan pemalu meninggalkan atasan mereka.
Industri ini sudah berdiri lama, bahkan sebelum pandemi Covid-19 muncul. Popularitasnya kian meningkat. Bahkan mendorong karyawan Jepang untuk merenungkan kembali jalan karier yang dipilih.
Manajer Operasi Momuri, Shiori Kawamata mengatakan, hingga 2023 lalu, mereka menerima hingga 11 ribu pertanyaan soal pengunduran diri dari para klien. Momuri sendiri memiliki arti ‘Saya Tidak Bisa Melakukan Ini Lagi’ bisnisnya berdiri di Tokyo.
Hanya dengan biaya 22 ribu yen atau setara Rp2,3 juta perusahaan menjanjikan bantuan agar karyawan bisa mengundurkan diri, bernegosiasi, bahkan merekomendasikan pengacara jika pada perjalanannya timbul sengketa.
“Beberapa datang kepada kami setelah surat pengunduran diri disobek tiga kali dan para majikan tidak mengizinkan mereka berhenti,” kata dia.
Meninggal akibat bekerja
Jepang sudah sejak lama jadi salah satu negara dengan gila kerja tertinggi. Jam kerja yang menyiksa, tekanan dari atasan, hingga rasa hormat yang harus diberikan kepada perusahaan membuat pegawai semakin gila.
Lebih dari 370 perusahaan telah masuk daftar hitam sejak 2017 lalu. Stres di kalangan pekerja juga terbukti fatal, hingga memicu karohi atau kematian karena kerja berlebihan.
Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan menyebut 54 orang meninggal dunia karena kondisi otak dan jantung akibat tekanan pekerjaan.