Jakarta, KabarBerita.id — Kader Hijau Muhammadiyah Trenggalek, Jawa Timur, Trigus D Susilo khawatir akan ada perebutan kekuasaan di tubuh ormas keagamaan itu usai memutuskan menerima izin tambang dari pemerintah.
Padahal, kata dia, selama ini banyak yang ogah-ogahan menjadi ketua Muhammadiyah saat pemilihan pemimpin.
“Saya khawatir ke depan ketika ini misalkan semoga besok tidak menerima tapi kalau menerima suatu ketika akan terjadi perebutan kekuasaan di tubuh Muhammadiyah karena ketika sudah menjabat akan menjadi komisaris,” kata Trigus dalam diskusi secara daring, Jumat (26/7) malam.
Trigus menilai Muhammadiyah telah kehilangan prinsip. Sebab, tidak langsung menolak ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menawarkan izin mengelola tambang kepada ormas keagamaan.
Menurutnya, sikap Muhammadiyah tersebut menurunkan marwah organisasi yang selama ini dianggap sebagai ormas agama yang kaya raya.
“Kalau masih mikir dan mau berarti Muhammadiyah malu-malu doang, nunggu ditawari baru mau. Kenapa tidak dari kemarin aja mengajukan sendiri,” ujar Trigus.
“Mestinya Muhammadiyah salah satu yang melahirkan Indonesia harusnya merawat Indonesia seperti anaknya. Bukan malah ikut ikutan memperkosa,” sambungnya.
Sementara, anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Ki Bagus Hadi Kusuma menilai izin mengelola tambang bagi ormas keagamaan merupakan upaya pemerintah untuk menundukkan mereka.
“Bisa dibilang upaya memberikan konsesi tambang untuk ormas keagamaan ini tidak lepas atau menjadi upaya pemerintah saat ini untuk menggandeng atau menundukan ormas keagamaan yang selama ini kritis dan menjadi bagian dari kelompok penekan pemerintah dari kelompok masyarakat sipil,” kata Bagus.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi ruang bagi ormas keagamaan mengelola tambang melalui izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Keputusan itu dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024.
Kemudian, Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 76 Tahun 2024 pada Senin (22/7). Aturan itu berisi tata cara pemberian tambang kepada ormas keagamaan.
Sebelum Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah lebih dulu menerima tawaran izin tambang dari pemerintah itu.