Jakarta, KabarBerita.id — Aktivitas tambang pasir kuarsa di Kecamatan Bunguran Utara, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau berdampak pada pencemaran lingkungan dan kehidupan warga setempat. Air sungai berubah warna menjadi hitam dari sebelumnya jernih.
Sejumlah nelayan pun berhenti mencari kepiting bakau karena pencemaran lingkungan tersebut.
“Dampaknya besar, air sungai kami keruh jadi warna hitam, sekarang kami cari kepiting bakau tidak bisa lagi,” kata Manaf, warga Desa Kelarik, Kecamatan Bunguran Utara dihubungi Jum’at (7/6).
Lebih lanjut, dia mengatakan aktivitas tambang pasir kuarsa membuat resah warga di sekitar sungai. Mereka curiga aktivitas penambangan tersebut tidak mengantongi izin analisis dampak lingkungan (Amdal).
“Warga resah, sejak ada aktivitas tambang itu warga jadi hilang mata pencaharian untuk mencari kepiting bakau,” ujarnya.
Warga lain, Nawir juga mengatakan hal yang sama. Sebelum ada aktivitas tambang pasir kuarsa, kata dia, sungai masih jernih dan tidak berwarna hitam.
Menurutnya, sungai itu merupakan akses keluar masuk kapal nelayan mencari ikan, apabila kondisi sungai hitam, kapal nelayan yang pergi melaut bisa menabrak karang di sekitar sungai.
“Apalagi di bagian hilir tempat keluar masuk kapal nelayan. Banyak batu karang yang dihindari,” kata Nawir warga kelarik dihubungi Jum’at (7/6).
Dia mengatakan sebagai warga tidak bisa berbuat apa-apa apabila perusahaan yang melakukan aktivitas tambang di kampungnya, sudah mendapat izin dan dianggap legal melakukan pertambangan pasir kuarsa. Namun dia berharap jangan sampai sungai tercemar.
“Kalau sudah pemerintah mengeluarkan izin tambang secara legal kami warga tidak keberatan, cuma kami minta sungai kami jangan dicemari,” ujarnya.
Perusahaan tambang diminta bertindak
Terpisah, Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (P4LH) Budi Darma mengatakan perusahaan tambang yang melakukan aktivitas pertambangan pasir kuarsa di Kecamatan Bunguran Utara yaitu Multi Mineral Indonesia (MMI).
Perusahaan ini melakukan aktivitas pertambangan di dua desa di kecamatan tersebut, yaitu Desa Air Mali dan Desa Kelarik Utara.
Aktivitas tambang yang dilakukan PT MMI sudah memiliki izin untuk kegiatan tambang tertanggal 15 Juni 2022. Namun kata dia, perusahaan tersebut baru melakukan eksplorasi tambang pada 2023 hingga saat ini.
“Izinnya tertanggal 15 Juni 2022, operasionalnya baru tahun lalu,” kata Budi saat dihubungi Jum’at (7/6).
Dia mengklaim dampak lingkungan dari aktivitas tambang pasir kuarsa sudah ada kajian amdal.
Dia mengatakan sungai yang berubah warna hitam di pemukiman warga di Desa Kelarik Utara akibat air larian (run off) dan limpasan air dari pembukaan jalan tambang dan pembukaan lahan.
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Natuna, sudah meminta perusahaan tambang untuk membuat kolam pengendapan supaya air pembersihan pasir kuarsa tidak mengalir ke sungai saat musim hujan.
“Kita meminta perusahaan tambang buat kolam pengendapan sehingga saat hujan air tidak mengalir ke sungai,” ujar Budi.
Berdasarkan informasi dari warga, hasil tambang pasir kuarsa dimuat ke dalam tongkang untuk di ekspor ke China.