Jakarta, KabarBerita.id — Pengadilan banding New York memutuskan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump harus membayar uang jaminan sebesar US$175 juta (setara Rp2,7 triliun) dalam kasus penipuan perdata pada Senin (25/3).
Putusan ini diberikan sidang banding yang diajukan oleh Trump atas vonis sebelumnya yang menjatuhkan hukuman agar dirinya membayar uang jaminan sebesar $464 juta.
Pengadilan memberikan waktu kepada Trump selama 10 hari untuk menyerahkan uang jaminanĀ US$175 juta.
Trump dan putra-putranya masih dapat menjalankan bisnis di New York dan memperoleh pinjaman dari lembaga keuangan New York untuk saat ini.
Namun, pengawasan yang diperintahkan pengadilan oleh Hakim Arthur Engoron dan penunjukan direktur kepatuhan untuk perusahaan Trump akan tetap berlaku.
Hakim Arthur mendapati Trump dan rekan-rekan terdakwanya secara curang menggelembungkan nilai kekayaannya.
Trump menyambut baik keputusan pengadilan banding New York dalam kasus penipuan perdata yang memangkas pembayaran jaminan menjadi US$175 juta.
“Saya sangat menghormati keputusan divisi banding dan saya akan mengirimkan US$175 juta tunai dan obligasi atau jaminan atau apa pun yang diperlukan dengan sangat cepat, dalam waktu 10 hari,” kata Trump.
Sebelumnya pada pengadilan tingkat pertama, Trump dinyatakan bersalah telah menggelembungkan kekayaan secara tidak sah dan memanipulasi nilai properti, untuk mendapatkan pinjaman bank atau persyaratan asuransi demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Anak Trump, Eric dan Donald Trump Jr. juga dinyatakan bertanggung jawab dalam kasus ini, dan diperintahkan untuk membayar denda masing-masing lebih dari US$4 juta (setara Rp62 miliar).
Selain kasus ini, Trump juga akan menghadapi sidang kasus atas pembayaran uang tutup mulut yang dilakukannya sebelum pemilu tahun 2016 untuk menutupi dugaan perselingkuhannya dengan bintang film dewasa Stormy Daniels.
Mantan presiden itu mengaku tidak bersalah dan membantah perselingkuhannya.
Trump mengecam persidangan yang akan datang dan kasus-kasus lain yang diajukan terhadapnya sebagai “campur tangan pemilu” oleh Presiden AS Joe Biden, yang kemungkinan besar akan menjadi lawannya dalam Pilpres pada bulan November 2024.
“Saya tidak tahu bagaimana Anda bisa mengadakan persidangan yang dilakukan tepat di tengah-tengah pemilu,” kata Trump dikutip dari AFP. “Ini tidak adil. Jika kinerja saya buruk, hal ini tidak akan terjadi.”