Jakarta, KabarBerita.id — Presiden Kolombia Gustavo Petro menghentikan pembelian senjata Israel setelah lebih dari 100 orang tewas saat mengantre bantuan di Gaza pada Kamis (29/2). Kementerian Kesehatan Gaza ungkap 112 orang tewas akibat tembakan Israel.
Hal itu disampaikan meski Israel selama ini menjadi salah satu penyedia utama senjata bagi pasukan keamanan negara Amerika Selatan yang terlibat konflik puluhan tahun, termasuk melawan kartel narkoba.
Seperti diberitakan AFP, Petro mengajak dunia untuk sama-sama memblokir Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, terutama setelah pasukan militer Israel menembaki warga Palestina yang mengantre makanan.
“Sedang meminta makanan, dan lebih dari 100 warga Palestina dibunuh oleh Netanyahu. Ini adalah genosida dan mengingatkan dengan Holocaust,” tulis Petro di X atau Twitter.
“Dunia harus memblokir Netanyahu. Kolombia menangguhkan semua pembelian senjata dari Israel.”
Militer dan polisi Kolombia selama beberapa dekade telah menggunakan senapan, pistol, dan rudal dari Israel.
Angkatan udara Kolombia memiliki sekitar 20 pesawat tempur Kfir, dan negara tersebut memiliki hak memproduksi senapan otomatis Galil dan rudal Spike di bawah paten Israel.
Pada Oktober 2023, beberapa hari setelah perang dimulai, Israel menyatakan “menghentikan ekspor keamanan” ke Kolombia.
Hal itu disampaikan karena mereka menilai Petro menuduh Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menggunakan kalimat untuk orang-orang di Gaza yang mirip dengan yang dikatakan “Nazi tentang orang-orang Yahudi.”
Petro, Presiden sayap kiri pertama Kolombia, juga menegaskan bahwa “masyarakat demokratis tidak bisa membiarkan Nazisme kembali berkuasa dalam politik internasional.”
Insiden pada Kamis (29/2) menambah jumlah korban tewas warga Palestina yang menurut Kementerian Kesehatan Gaza telah mencapai 30.000 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Memanasnya agresi militer Israel ke Palestina dimulai 7 Oktober sebagai balasan atas serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel selatan. Serangan Hamas menewaskan sekitar 1.160 orang, sebagian besar warga sipil, menurut data Israel.