Jakarta, KabarBerita.id — Berita terbaru dari Korea Utara menyoroti pengiriman sekitar 6.700 kontainer ke Rusia yang diduga dapat digunakan untuk mendukung upaya perang di Ukraina. Menteri Pertahanan Korea Selatan, Shin Won Sik, menyatakan bahwa kontainer tersebut kemungkinan mengangkut berbagai jenis senjata, termasuk lebih dari tiga juta artileri 152mm atau 500 ribu unit artileri 122mm.
“Dapat diasumsikan bahwa kontainer tersebut mengangkut beragam jenis senjata, termasuk artileri, yang telah dikirim,” ujar Shin dalam konferensi pers pada Senin (26/2), seperti yang dilaporkan oleh Straits Times.
Shin juga mengungkapkan bahwa meskipun ratusan pabrik senjata di Korea Utara beroperasi dengan kapasitas 30 persen karena kurangnya bahan dan listrik, pabrik-pabrik yang memproduksi peluru artileri untuk Rusia tetap beroperasi dengan kecepatan penuh. Namun, dia tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai jenis senjata yang diproduksi oleh pabrik-pabrik tersebut.
Sebagai imbalannya, Shin mengungkapkan bahwa Korea Utara menerima sekitar 9.000 kontainer yang sebagian besar berisi persediaan makanan. Negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un sedang mengalami krisis pangan akut akibat bencana alam dan dampak pandemi yang melanda negara tersebut.
Shin juga menyinggung bahwa sejak Juli, Rusia telah mengirim sekitar 30 persen dari jumlah total kontainer yang diterima oleh Korea Utara. Dia juga mengungkapkan bahwa Pyongyang terus meminta bantuan dari Rusia dalam bidang teknologi pesawat terbang dan peralatan mobilitas darat.
Meskipun tidak ada kepastian mengenai jumlah pasti paket bantuan yang diterima oleh Korea Utara dari Rusia, tuduhan serupa juga muncul dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Mereka menyatakan bahwa sejak September, Korea Utara telah mengirim lebih dari 10.000 kontainer amunisi atau material terkait ke Rusia. Sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, AS dan Korea Selatan telah berulang kali menuduh pemerintahan Kim mengirim senjata untuk membantu pasukan Vladimir Putin. Meskipun demikian, pihak Rusia dan Korea Utara selalu membantah tuduhan tersebut.