Jakarta, KabarBerita.id Perempuan dan anak perempuan di Gaza menghadapi tantangan yang memalukan dan berisiko tinggi terhadap infeksi, terutama selama menstruasi, setelah lebih dari dua bulan perang di wilayah tersebut. Dalam situasi yang sulit ini, mereka terpaksa menggunakan popok atau potongan kain sebagai alternatif pada saat menstruasi.
Hala Ataya, perempuan berusia 25 tahun, menjelaskan bahwa dia memotong pakaian anaknya atau kain apa pun yang ditemuinya untuk digunakan sebagai pembalut menstruasi. Kondisi kebersihan menjadi semakin sulit dengan kurangnya akses air bersih dan sanitasi yang memadai. Banyak perempuan Gaza juga terpaksa berbagi fasilitas toilet dan kamar mandi dengan ratusan orang lain di tempat penampungan darurat.
Beberapa perempuan Gaza mengungkapkan bahwa mereka jarang mandi karena kurangnya fasilitas, menciptakan risiko kesehatan yang lebih tinggi. Samar Shalhoub, 18, yang mengungsi dari Kota Gaza, merinci bahwa ketidakmampuannya mendapatkan produk sanitasi mengakibatkan penggunaan kain lap selama menstruasi, meningkatkan risiko infeksi kulit.
Permintaan pil kontrasepsi mengalami peningkatan empat kali lipat, dengan perempuan berupaya mengontrol menstruasi mereka di tengah keterbatasan sumber daya. Kondisi ini menciptakan tantangan besar bagi perempuan Gaza, termasuk keterbatasan air untuk mencuci, kekurangan fasilitas sanitasi, dan rendahnya akses ke produk menstruasi. Beberapa perempuan bahkan menggunakan popok bayi atau memotong popok menjadi dua bagian untuk mengatasi kekurangan tersebut.
Lebih lanjut, LSM dan organisasi kesehatan mengingatkan bahwa kebersihan pribadi di Gaza saat ini menjadi perjuangan sehari-hari, dengan risiko infeksi meningkat karena penggunaan produk menstruasi yang terlalu lama. Kondisi ini menunjukkan perlunya bantuan kemanusiaan yang lebih besar dan akses yang lebih baik terhadap fasilitas sanitasi dan kebutuhan dasar perempuan di Gaza.