Jakarta, KabarBerita.id — Banyak orang tak menyadari bahaya memendam emosi. Alih-alih mengeluarkan atau melampiaskannya, banyak orang memilih untuk menyimpan emosinya seorang diri atas berbagai alasan.
Sebenarnya, apa yang harus dilakukan terhadap emosi?
Emosi adalah hal yang sangat wajar. Dalam setiap fase hidupnya, manusia pasti mengalami emosi-emosi tertentu.
Biasanya emosi muncul sebagai respons terhadap peristiwa yang dialami.
Mengapa emosi tak boleh dipendam?
Banyak hal yang membuat seseorang memilih untuk menyimpan emosinya seorang diri. Salah satunya bisa jadi untuk menghindari masalah-masalah lain yang bisa diakibatkan oleh emosi.
Pada kasus-kasus tertentu, masalah mungkin bisa jadi makin runyam saat seseorang memaksakan diri untuk mengeluarkan emosinya.
“Sering kali, alasan kita memendam emosi memang berbeda-beda. Tapi tampaknya semua berasal dari rasa takut akan situasi rentan yang baru. Dari rasa takut ini, kita bereaksi untuk melindungi diri,” ujar psikolog Coolleen Mullen, mengutip Very Well Mind.
Mullen mengatakan bahwa memendam emosi memberikan rasa aman yang salah.
Berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja mungkin bisa membantu Anda dapat menjalani hal-hal lainnya dengan baik. Namun, diam tak membuat emosi yang Anda rasakan pergi. Nyatanya, memendam justru bisa membuat emosi yang dirasakan semakin intens.
Diam-diam dan perlahan, emosi bisa jadi bumerang untuk diri sendiri. Emosi bisa memicu stres, depresi, atau cemas. Dalam beberapa kasus, seseorang bisa menjadi sangat marah atau memunculkan rasa benci terhadap orang lain.
Tak hanya pada kesehatan mental, emosi juga bisa berpengaruh terhadap kesehatan fisik. Mullen mengatakan, ada beberapa bukti bahwa memendam emosi dapat memicu stres fisik.
“Stres yang ditimbulkan bisa memicu peningkatan risiko penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya,” ujar Mullen.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2013 juga menunjukkan hubungan antara memendam emosi dan kematian dini.
Studi menyimpulkan memendam emosi akan memicu stres. Sementara stres yang tak tertangani dapat berkontribusi pada penyakit kronis seperti diabetes, gangguan tidur, tekanan darah tinggi, dan masalah jantung.