Jakarta, KabarBerita.id — Singapura sedang dilanda darurat gagal ginjal. Kebutuhan dialisis alias cuci darah pun meningkat. Perlu sederet upaya termasuk skrining fungsi ginjal sejak dini.
Setiap hari, pusat ginjal terbesar di Singapura, National Kidney Foundation (NKF), ramai pasien. Tenaga kesehatan Shanthini Durga mengibaratkan momen ini sebagai ‘Perang Dunia Ketiga’.
Timnya membantu pasien keluar dari mesin dialisis sementara sudah ada puluhan pasien lain mengantre. Dengan cepat ia menarik jarum dan mendesinfeksi alat.
Menurutnya, kebutuhan dialisis tidak seheboh ini. Dulu slot dialisis “hanya setengah penuh” dan kini hampir tiap slot terisi.
Direktur medis NKF Jason Choo berkata NKF menerima 100 aplikasi baru untuk dialisis tiap bulan. Angka ini hampir dua kali lipat dari angka 5 tahun lalu.
Tercatat, sebanyak 9 ribu pasien gagal ginjal di Singapura. Namun jumlah ini hanya sebuah puncak gunung es. Di luar itu, ada lebih dari 300 ribu orang dengan penyakit ginjal kronis, sebuah awalan untuk menuju gagal ginjal.
Itu baru yang terdeteksi. Yeo See Cheng, kepala kedokteran ginjal di RS Tan Tock Seng, berkata tiap 10 diagnosis, kira-kira 5-7 orang tidak tahu kondisi mereka. Hal ini berarti 200 ribu orang berjalan-jalan tanpa tahu ginjal mereka menderita.
Choo berkata, jika tidak ada perubahan, dalam beberapa tahun ke depan pusat dialisis tidak akan mampu menampung pasien baru.
Sementara itu, pasien ginjal rata-rata datang dalam kondisi kerusakan ginjal yang sudah tidak bisa diperbaiki. Pasien harus langsung cuci darah. Penyakit ini sudah seperti silent killer.
Yeo berkata pada tahap awal pasien tidak merasakan gejala apa pun. Pasien merasa sehat dan normal padahal fungsi ginjalnya sudah menurun.
“Banyak pasien bahkan tidak menyadarinya sampai mereka berada di stadium lima, yang dikenal sebagai gagal ginjal,” katanya.
Radheana Zamri, salah satu pasien, mengetahui dirinya mengidap gagal ginjal di usia 21 tahun. Kini usianya 30 tahun dan jadi pasien termuda di NKF.
Radheana hidup dengan diabetes tipe 1 yang merupakan salah satu penyebab penyakit ginjal kronis di Singapura selain diabetes tipe 2. Pasien seperti dirinya hanya bisa minum 500 ml-1 l air per hari. Pun dia punya daftar panjang makanan yang harus dihindari.
Pasien harus menghindari makanan tinggi fosfat termasuk makanan olahan, produk susu, produk kering (kerupuk, rumput laut, ikan kering), kemudian makanan tinggi kalium seperti kacang-kacangan, biji-bijian, kelapa juga mengurangi asupan garam.
Hanya saja, dari sekian banyak aturan makan, Radheana mengaku merasa kesulitan karena kehilangan kebebasan. Saat bepergian, ia tidak bisa jalan-jalan terlalu lama.
“Keluarga saya juga selalu suka jalan-jalan, jadi terkadang saya tidak bisa mengikuti mereka. Atau ketika mereka ingin tinggal lebih lama, saya hanya bisa pergi untuk waktu yang lebih singkat,” ujarnya.
Pengalaman Radheana tentu jadi gambaran betapa gagal ginjal sudah merenggut sebagian hidup pasien. Konsultan senior di Singapore General Hospital Tan Chieh Suai berkata satu-satunya cara untuk mencegah penyakit ini adalah skrining yang meliputi tes darah dan tes urine.
Dia berkata, sebagian orang sadar akan tes rutin untuk kolesterol dan diabetes. Kemudian saat keduanya normal, orang merasa baik-baik saja.
“Kadar gula darah normal atau kolesterol normal bukan berarti ginjalnya sehat,” katanya.
Orang perlu menjalani tes urine di mana dilakukan pengecekan kadar protein yang mengindikasikan fungsi ginjal. Sementara tes darah dilakukan untuk mengecek kadar kreatinin yaitu indikator racun dalam tubuh sekaligus tanda apa ginjal berfungsi dengan normal atau tidak.