Jakarta, KabarBerita.id — Fenomena panic buying atau membeli barang secara berlebihan terjadi di Korea Selatan. Warga Korsel ramai-ramai memborong dan menimbun garam laut, demi mengantisipasi langkah Jepang yang akan membuang air limbah radioaktif dari pembangkit listrik Fukushima ke laut.
Jepang akan melepaskan lebih dari satu juta metrik ton air ke Pasifik, yang digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak di pembangkit listrik di utara Tokyo. Pembangkit listrik Fukushima rusak usai dilanda gempa bumi dan tsunami pada 2011 lalu.
Tokyo berulang kali meyakinkan bahwa air limbah radioaktif itu aman dan telah disaring untuk menghilangkan sebagian besar kandungan isotop, meskipun masih tetap mengandung jejak tritium.
Meski Jepang belum menetapkan tanggal pembuangan, namun pengumuman ini sudah membuat para nelayan di seluruh wilayah dilanda kekhawatiran.
Dalam hal ini otoritas perikanan Korea Selatan berjanji untuk meningkatkan upaya memantau tambak garam alami, terkait peningkatan zat radioaktif dan mempertahankan larangan makanan laut dari perairan dekat Fukushima.
“Saya baru saja membeli lima kilogram garam. Saya belum pernah membeli garam sebanyak itu sebelumnya,” kata seorang warga bernama Lee Young Min, dikutip Independent.
Ia menambahkan, “Sebagai seorang ibu yang membesarkan dua anak, saya tidak bisa hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Saya ingin memberi mereka makan dengan aman.”
Sementara seorang warga lain mengaku khawatir pelepasan air limbah bukan hanya menyebabkan masalah kesehatan, namun juga menaikkan harga garam dan makanan laut.
Panic buying menyebabkan kenaikan harga garam di Korea Selatan hingga 27 persen pada Juni. Namun pejabat setempat tak menampik faktor cuaca dan produksi rendah juga menyebabkan tingginya harga garam.
Sebagai tanggapan, pemerintah Korea juga memutuskan untuk melepaskan sekitar 50 metrik ton garam per hari dari stok, dengan diskon 20 persen dari harga pasar hingga 11 Juli.
Menurut lembaga survei Research View, lebih dari 85 persen publik Korea Selatan menentang rencana Jepang. Tujuh dari 10 orang mengatakan akan mengonsumsi lebih sedikit makanan laut, jika pembuangan air limbah tetap dilanjutkan.
China mengutuk langkah pelepasan air limbah ke laut, menuduh Jepang kurang transparan dan mengatakan langkah itu adalah ancaman bagi lingkungan laut dan kesehatan warga dunia.