Jakarta, KabarBerita.id — Utusan Israel dan Palestina saling lontar pernyataan di rapat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk membahas kunjungan pejabat Tel Aviv ke kompleks Masjid Al-Aqsa.
Dewan Keamanan PBB menggelar rapat itu pada Kamis (5/1), sesuai permintaan China dan Arab Saudi. Mereka membahas terkait kunjungan Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben-Gvir, ke kompleks Masjid Al-Aqsa.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menyebut sesi itu “menyedihkan” dan “absurd.”
Jelang pertemuan, Erdan juga mengatakan tak ada alasan rapat itu digelar.
“Untuk mengadakan sesi Dewan Keamanan non-even- itu betul-betul absurd,” kata dia kepada reporter, seperti dikutip AFP.
Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour menganggap kunjungan Ben-Gvir sebagai penghinaan terhadap Dewan PBB dan komunitas internasional.
Ia kemudian meminta Dewan PBB untuk mengambil tindakan usai kunjungan menteri Israel itu.
“Apa tindakan yang harus dilanggar Israel untuk membuat Dewan Keamanan akhirnya mengatakan, ‘Cukup, itu cukup’ dan beraksi?” ujar Mansour.
Setelah dua jam sesi berlangsung, Mansour menyatakan puas terhadap suara bulat DK PBB yang mempertahankan status quo Al-Aqsa.
Ia mengaku tak terlalu mengharapkan tindakan nyata lebih jauh dari badan dunia ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Dewan Keamanan PBB mengadopsi beberapa resolusi terkait konflik Israel-Palestina. Mereka juga mendukung solusi damai dua negara.
Mereka kembali menggelar rapat setelah pada awal pekan ini, Ben-Gvir berkunjung ke kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem.
Kompleks Masjid Al-Aqsa merupakan tempat suci ketiga bagi umat Muslim. Kawasan ini juga menjadi situs suci kaum Yahudi yang biasa mereka sebut Temple Mount.
“Temple Mount adalah tempat paling penting bagi orang Israel dan kami menekankan kebebasan bagi Muslim dan Kristen,” ujar Ben-Gvir.
Ia lalu berkata, “Namun umat Yahudi akan ke Temple Mount dan mereka yang membuat ancaman harus ditangani.”
Setelah lawatan itu, sejumlah negara mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Yordania, dan Indonesia mengutuk Ben-Gvir.
Indonesia menilai tindakan tersebut bisa memicu provokasi serius mengingat area itu adalah titik nyala konflik bagi sejumlah pihak.