Remy Sylado dan Kehadiran Negara untuk Seniman

Oleh Frans Ekodhanto, Penyair tinggal di Jakarta

Akhir 2022 ini, Indonesia kehilangan salah satu seniman terbaik, yaitu Remy Sylado. Seniman yang bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong ini adalah seniman multitalenta. Ia seorang sastrawan dan penulis andal. Ia juga seorang aktor, sekaligus musisi. Seniman yang lengkap.

Karya tulisnya memukau. Ca Bau Kan, Kerudung Merah Kirmizi, Sam Po Kong, Kembang Jepun, Puisi Mbeling, dan masih banyak lagi. Karya-karya tulisnya memukau pembaca dan ada yang diadaptasi ke layar lebar seperti Ca Bau Kan.

Selain jago menulis, Remy juga seorang aktor yang hebat. Berbeda label sebagai penulis yang kesohor, perjalanan akting Remy mungkin tidak semua orang tahu. Padahal, dia juga aktor yang andal. Dia dinominasikan sebagai pemeran pendukung pria terbaik tiga kali.

Tinggal Sesaat lagi (1987), Akibat Kanker Payudara (1988), dan 2 dari 3 Laki-laki adalah tiga film yang membuat Remy dinominasikan sebagai pemeran pendukung pria terbaik.

Remy juga seorang penyanyi dan pencipta lagu yang diakui kepiawaiannya. Ia membuat album Orexas yang masuk daftar 150 Album Indonesia terbaik versi majalah Rolling Stone Indonesia. Dia juga membuat lagu Bromocorah dan Putrinya yang berisi kritik terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Selain itu, Remy juga piawai dalam melukis. Beberapa karya lukisnya juga pernah dipamerkan, baik pameran tunggal maupun pameran bersama. Yang jelas, selain sebagai “kamus berjalan” Remy juga menguasai beberapa bahasa, diantaranya bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Arab, Yunani, Mandarin, dan bahasa lainnya.

Berbicara tentang Remy Sylado dan karya-karyanya, rasanya tak akan ada habisnya. Karyanya akan selalu jadi sumbangan terbaik bagi sastra, film, dan musik Indonesia.

Karya-karyanya akan selalu relevan untuk dijadikan materi diskusi dan kajian di Indonesia.
Sayang, Remy harus berjuang di masa tuanya. Dia menderita penyakit komplikasi; hernia, stroke, dan gangguan ginjal. Untuk penyakit stroke, dia bahkan terkena serangan tiga kali. Penyakit ini juga yang membuat dirinya harus menghabiskan waktunya dengan berbaring di tempat tidur.

Remy, bahkan sempat mengalami kesulitan untuk biaya pengobatan. Hal tersebut disampaikan oleh sahabatnya Jose Rizal Manua. Dari Jose, kabar tersebut akhirnya sampai kepada Anies Baswedan yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Anies kemudian menjenguk Remy Sylado yang terbaring lemah di kediamannya di daerah Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur. Anies menyatakan bahwa biaya pengobatan Remy akan ditanggung oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Apa yang dilakukan Anies pada Remy Silado adalah sebuah contoh bagaimana negara hadir untuk seniman, untuk warganya. Anies menunjukkan bagaimana negara wajib hadir untuk seluruh warganya, tanpa membeda-bedakan latar belakangnya.

Anies dan Remy berbeda mungkin memiliki perbedaan pandangan dalam beberapa hal. Salah satunya mungkin dalam pandangan politik. Tapi sebagai pejabat publik di DKI Jakarta, Anies memberikan layanan yang sama kepada semua warganya.

Bagaimana pun, keadilan sosial itu harus diberikan kepada semua orang. Apa pun itu latar belakangnya. Tanpa membedakan apa suku, agama, ras, dan juga ideologinya. Nilai kemanusiaan harus diutamakan. Kita sudah mendapat pelajaran bagaimana hal itu dihadirkan oleh Anies Baswedan kepada Remy dab juga kepada warga Jakarta.

Tinggalkan Balasan