Medan, Keragaman, dan Keterbukaan

Oleh M Chozin Amirullah, Ketua Gerakan @Turuntangan

Berbicara tentang Medan, di kota ini hanya ada dua jenis makanan, yaitu makanan enak dan enak banget. Ungkapan ini memang terasa hiperbolik. Tapi bagi yang pernah apalagi sering ke Medan pasti tahu, kota ini memang salah satu surga kuliner terbaik di Indonesia.

Saya sendiri, setiap ada kesempatan berkunjung ke Medan, selalu berburu kuliner di kota ini. Saya punya daftar panjang tempat makan yang biasa dikunjungi saat berada di Medan mulai dari Tip Top, Soto Sinar Pagi, Sop Sipirok, Mie Rebus Dewar, Iga Bakar Bang Ndut, Mi Aceh Titi Bobrok, Belut Mbak Sherly, Nasgor Semalam Suntuk, dan lainnya.

Daftar di atas tentu saja hanya Sebagian kecil dari makanan enak di Medan. Masih ada berderet daftar makanan enak dan enak banget di Medan. Namun, kali ini saya ingin melihat kuliner Medan dari sisi lain. Ragam kuliner di kota ini, bukan hanya memanjakan lidah. Berbicara mengenai kuliner Medan, kita juga berbicara mengenai tentang keragaman.

Dari daftar restoran yang saya tulis di atas, kita melihat restoran tersebut menyajikan makanan dari berbagai latar belakang budaya. Ada restoran yang menyajikan hidangan Western, Oriental, Jawa, India, Arab, dan Melayu. Bisa dibilang semua jenis makanan tersedia di Medan.

Ragam kuliner yang ada di Medan menunjukkan bahwa kota ini merupakan kota yang multikultur, sebuah wilayah dengan kemajemukan budaya. Sebab, makanan adalah produk budaya. Di kota ini, beragam suku dan ras memang berbaur menjadi satu. Medan adalah sebuah melting pot, sebuah tempat aneka budaya melebur jadi satu.

Aneka budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, membuktikan masyarkat Medan adalah masyarakat yang terbuka. Bisa menerima berbagai perbedaan yang hadir di satu tempat. Hal ini juga yang membuat masyarkat Medan mudah menerima ide-ide baru.

Saya melihat fenomena tersebut saat kunjungan Anies Baswedan ke Medan. Anies Baswedan tidak hanya disambut meriah saat di bandara dan juga saat kunjungan. Anies Baswedan juga disambut meriah saat menyampaikan gagasan. Hal tersebut terlihat saat sesi dialog Anies selama berkunjung di Medan, selalu mendapat respons meriah. Selalu banyak audiens yang bertanya.

Latar belakang audiens yang bertanya dan berdialog pun latar belakangnya beragam mulai dari mahasiswa hingga pendeta. Salah satu pertanyaan datang dari Pendeta Brigjen Sianipar mengenai keadilan dan keseteraan bagi umat beragama.

Pertanyaan tersebut, tentu bisa dijawab Anies dengan cergas dan cerdas. Anies menjelaskan bahwa keadilan dan kesetaraan sudah dijalankan di berbagai bidang di DKI Jakarta. Bukan hanya terkait agama. Soal kesetaraan umat beragama, Anies tentu saja memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh umat beragama.

Contoh kesetaraan umat beragama diwujudkan Anies dalam kegiatan Christmas Carol di ruang publik. Anies berprinsip, bila umat Islam boleh takbiran di tempat publik, umat Kristiani dan umat lainnya juga boleh melakukan kegiatan keagamaan di ruang publik. Itulah bukti keadilan dan kesejahteraan yang diwujudkan di DKI Jakarta.

Selama dipimpin Anies Baswedan, Jakarta memang mengalami peningkatan drastis di bidang toleransi beragama. Berbeda dengan masa sebelum Anies menjadi gubernur. Hal tersebut berdasar riset dari Setara Institut. Itulah bukti-bukti kesetaraan, keadilan, dan toleransi yang diwujudkan Anies Baswedan.

Penjelasan-penjelasan dari Anies Baswedan tersebut selalu mendapat aplaus dari penonton. Hal tersebut membuktikan keterbukaan masyarakat Medan dalam menerima gagasan-gagasan baru. Salut untuk masyarakat Medan. Horas!

Tinggalkan Balasan