Jakarta, KabarBerita.id — pernikahan Dini kembali menghebohkan Indonesia. salah satu kasus pernikahan Dini yang menjadi Sorotan adalah pernikahan kakak 50 tahun dengan seorang remaja berusia 14 tahun di Lombok. Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan Dini atau pernikahan di bawah umur mulai dari faktor sosial, ekonomi bahkan budaya.
Akan tetapi diketahui akan ada dampak kesehatan yang muncul karena pernikahan Dini salah satunya kanker serviks.
Disampaikan dokter spesialis obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Ernawati, apabila pernikahan yang dilakukan tidak menutup kemungkinan potensi terjadinya kehamilan. Hal ini dapat terjadi apabila pihak perempuan telah mengalami menstruasi pertama yang menandakan fungsi reproduksinya berkembang.
Akan tetapi kehamilan terjadi pada remaja maka yang perlu dipikirkan adalah kesehatannya ketika dia hamil.
Ernawati menegaskan bahwa kehamilan usia remaja beresiko tinggi mengalami komplikasi pada saat kehamilan meningkat. Seperti terjadinya komplikasi seperti preeklampsia atau hambatan pertumbuhan pada bayi yang Resikonya tinggi pada kehamilan di bawah umur.
Preeklamsia merupakan masalah saat ibu mengalami tekanan darah yang tinggi saat masa kehamilannya.
Disisi reproduksi yang lain apabila remaja melakukan fungsi seksual sini mungkin pada saat itu organnya belum matang. Apabila serviksnya terpapar terlalu dini maka resiko terjadi kanker serviks juga meningkat.
Serviks dapat disebut juga dengan leher rahim. Sedangkan kanker serviks terjadi ketika terdapat sel-sel di leher rahim berkembang secara tidak normal dan tidak terkendali.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi UNAIR lainnya, Birama Robby, juga menyetujui pernyataan tersebut.
Ia mengatakan bahwa Salah satu faktor risiko kanker serviks itu pernikahan dini, hubungan seks yang dilakukan terlalu awal.
Di samping itu ternyata pemerintah sudah mengatur peraturan mengenai perkawinan dengan peraturan Undang-undang No.16 tahun 2019 pasal 7 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun.
Peraturan pemerintah yang dibuat mempunyai alasan tertentu, salah satunya dari segi kesehatan reproduksi perempuan. Ernawati juga menjelaskan bahwa fungsi reproduksi perempuan mencapai fase perkembangan terbaik adalah saat mereka berusia 19 hingga 20 tahun.
Fungsi reproduksi perempuan dianggap sudah mencapai tahap optimum pada usia sembilan belas sampai dua puluh tahun.