Washington, KabarBerita.id — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyatakan bahwa risiko serangan siber pada sistem keuangan semakin besar akibat pesatnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di industri jasa keuangan.
“Upaya pencegahan serangan siber tidak dapat dilakukan hanya oleh satu negara tetapi harus merupakan inisiatif global karena para hackers beroperasi tanpa mengenal batas negara,” kata Wimboh dalam seminar International Good Practices on Cybersecurity Preparednesss dalam rangkaian pertemuan tahunan Bank Dunia – IMF di Washington, D.C.
Menurut Wimboh, meningkatnya penggunaan internet oleh pemerintah, pelayanan publik dan bisnis swasta termasuk di industri jasa keuangan memiliki implikasi besar jika tidak ditangani dengan baik.
“Di Indonesia, industri jasa keuangan dikategorikan sebagai salah satu infrastruktur penting yang perlu dijaga dari ancaman keamanan dunia maya,” ujar Wimboh.
Menghadapi hal tersebut, di dalam negeri OJK berencana membuat layanan informasi keuangan yang bertugas mempercepat pemulihan saat terjadi serangan siber, dan membentuk lembaga pelatihan penanganan serangan siber.
Wimboh menuturkan, kepedulian industri jasa keuangan di setiap negara terhadap risiko “cyber attacks” ini harus ditingkatkan dengan penguatan manajemen risiko operasional terkait teknologi informasi.
Selain itu, untuk mengantisipasi peningkatan ancaman keamanan siber, OJK telah bergabung dalam inisiatif bersama untuk membentuk Badan Siber Nasional bersama sejumlah kementerian dan lembaga negara seperti Kemenkominfo, Kementerian Pertahanan, Kemenko Polhukam, Kepolisian, dan lain-lain.
Dalam lawatannya memenuhi undangan Bank Dunia ini, Ketua Dewan Komisioner OJK juga menghadiri dua pertemuan tingkat tinggi bersama beberapa perwakilan bank sentral maupun otoritas pengawas keuangan negara lain untuk membahas dua isu besar, yaitu Annual Meeting of the IFC-led Sustainable Banking Network (SBN) dan Regulatory Approaches for Non-Systemic Banks.