Jakarta, KabarBerita.id — Jepang memiliki tradisi kuat terkait regenerasi kekaisaran. Namun saat ini Jepang terancam krisis anggota penerus kekaisarannya.
Mengutip dari The Japan Times, pernikahan putri Mako dengan warga biasa Kei Komuro, membuat Putri Mako harus melepaskan gelar kerajaan sehingga Kerajaan Jepang hanya tersisa 17 anggota.
Apabila seorang anggota kerajaan menikah dengan masyarakat awam maka diharuskan untuk keluar dari monarki.
Sejak Perang Dunia II, Putri Mako menjadi orang pertama yang memilih jalan ini. Saat melakukan pertunangan yang penuh kontroversi Putri Mako memutuskan untuk tidak menerima tunjangan yang diberikan kerajaan apabila seorang perempuan anggota kerajaan menikah dengan orang biasa yakni sebesar ¥152.5 juta (setara Rp18 miliar).
Deputi Direktur Geoekonomi di Wilson Center, Shihoko Goto menyebut bahwa hal ini merupakan penyimpangan radikal yang dilakukan perempuan anggota kerajaan.
Goto menyebut bahwa Putri Mako memilih untuk mengorbankan dan melepaskan kenyamanan dan keistimewaan yang dia miliki untuk memilih jalan hidupnya sendiri.
Dari 17 orang yang tersisa di keluarga Kerajaan, hanya 3 orang yang memiliki potensi untuk meneruskan trah kekaisaran Jepang.
Padahal sebelumnya dalam survei yang dilakukan Kyodo News 85% responden setuju apabila Jepang dipimpin oleh seorang Kaisar perempuan. Namun, Kekaisaran Jepang sendiri diatur dalam hukum Jepang yang mana tidak bisa mengubah aturan kerajaan.
Putri Mako yang merupakan keponakan Kaisar Naruhito resmi menikah dengan Komuro pada Selasa (26/10). Badan rumah tangga kekaisaran Jepang yang bertugas untuk menyerahkan dokumen hukum untuk mendaftarkan pernikahan tersebut.