Jakarta, KabarBerita.id — Transparency International Indonesia (TII) merilis skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun ini berada di angka 37. Perolehan ini turun tiga poin dari tahun sebelumnya.
Sekretaris Jenderal TII, J. Danang Widoyoko mengungkapkan turunnya skor IPK membuktikan bahwa sejumlah kebijakan pemerintah hanya bertumpu pada kacamata ekonomi dan investasi tanpa mengindahkan faktor integritas.
Menurut dia, kondisi tersebut memicu terjadinya korupsi termasuk dalam hal penanganan pandemi Covid-19.
“Penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha,” kata Danang dalam keterangan resminya, Kamis (28/1).
Dalam laporan TII disebutkan juga sejumlah indikator lain penyusunan IPK. Danang berujar, indikator terkait politik dan demokrasi menurun dua poin yang dikontribusikan pada Varieties of Democracy (VDem).
“Situasi ini menandakan bahwa korupsi politik masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia,” tutur Danang.
Lebih lanjut, indikator penegakan hukum (World Justice Project – Rule of Law Index) mengalami kenaikan. Kendati, pada perbaikan layanan atau birokrasi dalam hubungannya dengan korupsi tercatat stagnan.
“Sedangkan kenaikan dua poin pada World Justice Project – Rule of Law Index perlu dilihat sebagai adanya upaya perbaikan supremasi hukum,” tambah Danang.
Indonesia menempati urutan 102 dari 180 negara yang dilibatkan, dengan perolehan skor IPK 37. Negara yang menempati posisi sama dengan Indonesia yakni Gambia.
Sedangkan di level ASEAN, Indonesia berada di peringkat lima. Berada di bawah Singapura yang memperoleh skor IPK 85, Brunei Darussalam (60), Malaysia (51) dan Timor Leste (40).
Skor berdasarkan indikator 0 (sangat korup) hingga 100 yang berarti (sangat bersih).