KabarBerita.id – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukan) Wiranto, menyebut bahwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Riau tidak separah yang diberitakan oleh media massa.
Menurut Wiranto, ketika ia dan Presiden melakukan kunjungan ke Riau beberapa hari yang lalu, antara apa yang diberitakan oleh media massa dengan realitas yang ada di lapangan sangat berbeda. Bahkan, ia juga menyebut jarak pandang di lokasi karhutla masaih baik.
“Saudara sekalian kemarin ketika saya mengunjungi bersama Presiden, anatara realitas yang dikabarkan dengan realitas yang ada itu sangat berbeda. Dan ternyata, kemarin waktu kita di Riau, itu tidak separah yang diberitakan. Jarak panjang masih bisa, pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker dan sebagainya,” kata Wiranto seperti dikutip dari detik pada Rabu (18/9/2019).
Saat kunjungannya ke Riau, mantan panglima ABRI ini menyebut, bahwa banyak masyarakat yang belum memakai masker. Namun, terlepas dari apa yang terjadi saat ini, Wiranto mengimbau, agar semua pihak tidak saling menyalahkan.
“Kita pun juga tidak pakai masker. Karena pada saat siang sangat jelas awan-awan terlihat. Mudah-mudahan kondisi semakin baik. Dan kita tidak perlu saling menyalahkan, ini satu soal yang kita hadapi bersama. Tidak hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita bersama, titik-titik api semakin lama semakin berkurang,” ujar dia.
Ia pun menjelaskan sebab terjadinya karhutla. Menurutnya, musim kering yang panjang ini menjadi salah satu penyebabnya.
“Ini musim kering lebih panjang dari tahun lalu. Dulu pada bulan yang sama, tahun yang lalu dengan sekarang berbeda. Tahun lalu karena el nino itu cukup kuat, maka musim keringnya cepat berganti jadi musim hujan. Maka titk-titik api yang terjadi pada musim kering langsung hilang. Karena titik-titik api itu obatnya adalah hujan lebat, selesai. Tapi karena hujan belum muncul, air hujan belum ada, maka satu-satunya cara ya bikin hujan,” ujarnya.
“Caranya gimana? Caranya bikin hujan buatan. Dengan pesawat, dimuatin garam, terbang, taburkan di awan. Awan ini ternyata syaratnya ada. Kalau awan belum 70 persen, mengandung uap air, kita beri garam juga nggak bisa,” sambungnya.
Namun sayangnya, proses hujan buatan tidak sepenuhnya akan berhasil. Wiranto menjelaskan perlu adanya pasokan air yang dikirim langsung ke lokasi dalam upaya memadamkan api.
“Masalahnya sekarang di daerah rawan karhutla itu awannya, kemarin aja 55 persen, 60 persen, tapi belum 70 persen. Jadi hujan buatan berarti masih tidak berhasil. Maka harus didatangkan air ke tempat yg terbakar. Caranya dua macam. Pake jalan darat, air dijatuhkan di situ, artinya apa? Manggala agni, TNI, polisi, masyarakat, LSM yang tergabung dalam penindakan kebakaran hutan beraksi di situ,” papar dia.
Proses pengiriman air itu disebutnya terkendala oleh lokasi yang cukup jauh. Oleh sebab itu, cara lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan bom air.
“Sebenarnya bom air paling mahal. Sekali terbang udah berapa dolar. Nah ini sudah sampai 71 ribu kali terbang. Air yang ditumpahkan sudah sampai 201 ton air. Nah masih terbakar kenapa? Karena pada saat musim hujan belum datang, lahan yang terbakar itu bukan hanya ladang-ladang kering tapi ladang gambut,” beber dia.
Terlepas dari itu, Wiranto menekankan soal pencegahan agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan. Menurut dia, jangan sampai api sudah membesar, baru dilakukan tindakan bersama.
“Sekarang kenyataannya api sudah banyak padam, tapi asap masih muncul. Ini saya sampaikan bahwa rasio titik api sudah turun, karena ada pemadaman yg total. Tetapi kembali lagi, lahan gambut yang terbakar, itu dikasih air, asapnya malah naik seperti itu dan sekarang menimbulkan kabut asap yang kalau dibawa kena angin, yang anginnya menuju semenanjung Malaysia, ya bisa aja,” imbuh dia.
Ia juga menyebut oknum pelaku pembakaran lahan telah ditindak. Ia berharap, ke depan, penindakan bisa memberikan efek jera dan tidak lagi ada pembakaran hutan dan lahan secara sengaja.
“Kami sudah mengancam kepada para pembakar, apakah koorporasi atau perorangan, agar diberi hukuman yang setimpal dan tegas,” tegasnya.