Bogor, KabarBerita.id — Sebanyak empat mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) akan membangun madrasah ibthidaiyah (setingkat sekolah dasar) bagi anak-anak muslim di Kampong Cham, Kamboja, mulai tanggal 3 Oktober 2017.
Bagus Wahyutomo, Kays Abdul Fattah, Ghazaly Imam Negoro, dan Muhammad Majid Firman, mengatakan sudah sekitar 10 tahun anak-anak di Kampong Cham menginginkan adanya madrasah atau sekolah khusus yang mengajarkan agama Islam.
Namun minimnya bantuan dari pemerintah Kamboja terhadap suku Cham membuat mereka tidak memiliki tempat belajar yang layak. “Kami melihat banyak anak yang bersemangat tinggi untuk belajar agama Islam tetapi tidak memiliki ruang kelas, sehingga selama ini mereka terpaksa belajar agama di teras samping masjid yang dibangun berkat bantuan Saudi Arabia,” kata Bagus (21).
Rencananya Bagus serta ketiga temannya bersama wadah bernama Friendship From Indonesia dan rekan-rekan WNI di Kamboja yang tergabung dalam Persatuan Masyarakat Indonesia di Kamboja (Pemika), akan mendirikan madrasah yang berisi dua ruang kelas dan mampu menampung lebih dari 50 anak. Bagus mengatakan target biaya oprasional untuk pembangunan madrasah ini sejumlah Rp100 juta.
Lokasi pembangunannya terletak di Kampong Trabeang Chok, distrik Punnyea Krek, Provinsi Kampong Cham, Kamboja. Bagus mengaku dirinya dan ketiga temannya melakukan aksi penggalangan dana di kitabisa.com/madrasahkampongcham pertama kali pada tanggal 21 Januari 2017, mereka melakukan kegiatan sosial berupa pembagian baju muslim yang dibantu oleh para donatur dari Indonesia dan Kamboja.
Kondisi perekonominan suku Cham di Kamboja belum begitu baik. Mayoritas mata pencaharian mereka adalah petani, buruh, dan nelayan. Biaya hidup yang tinggi di Kamboja dan menjadi etnis minoritas membuat suku Cham dalam kondisi yang perlu dibantu. Masyarakat Kampong Cham sangat mendukung bantuan pembangunan madrasah ini, bahkan mereka menunggu bantuan termasuk dari Indonesia.
Bagus menegaskan dengan membantu warga di luar negeri tidak akan membuat dirinya lupa untuk membantu di dalam negeri. Hal ini bisa menjadi penghubung persahabatan antar dua negara, mengingat bantuan paling banyak pada muslim di Kamboja berasal dari Negara Timur Tengah dan Malaysia. Bagus mengatakan ini saatnya warga Indonesia ikut membantu.
“Jadi tugas kita adalah untuk peduli dengan isu pendidikan dan sosial, kalau menunggu orang lain membantu warga muslim di Kamboja mungkin bisa tiga atau empat tahun lagi, selagi kita masih mengambil peran kebaikan ayo kita saling berlomba dalam kebaikan,” kata Bagus.