Jakarta, KabarBerita.id — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyerahkan 10 Kalpataru kepada perintis, pengabdi, penyelamat dan pembina lingkungan pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) 2017 di Manggala Wanabakti.
“Rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup sudah berlangsung sejak awal tahun diisi dengan berbagai kegiatan. Pada puncak peringatannya diserahkan berbagai penghargaan lingkungan,” kata Menteri LHK pada puncak Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2017 di Jakarta, Rabu (2/8).
Penghargaan yang diberikan secara simbolik dihadapan Presiden Joko Widodo antara lain 10 Kalpataru, 16 Adipura, enam Adipura Kencana, 116 Adipura, 24 Adiwiyata, dan 9 Niwarsita Tantra untuk tiga Gubernur, tiga Bupati dan tiga Wali Kota.
Kalpataru untuk kategori perintis diberikan kepada Anuar dari Sumatera Selatan dan Agus Bei dari Kalimantan Timur, kategori pengabdian kepada Mahariah dari DKI Jakarta dan Heri Supriyatna dari Jawa Barat.
Untuk kategori penyelamat kepada Kelompok Pelestarian Penyu Kurnia Asih Desa Peracak dari Bali, Kelompok Nelayan Samudera Bakti dari Jawa Timur, Kelompok Masyarakat Pengawas Danau Lindung dari Kalimantan Barat dan Kelompok Pecinta Alam Isyo Hill’s Repang Muaif dari Papua.
Sedangkan untuk kategori pembina lingkungan Kalpataru diberikan pada Saptono Tanjung dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Lefrand Adam Singal dari Kalimantan Utara.
Anuar dari Sumatera Utara saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo setelah menerima Kalpataru mengatakan telah menanam jutaan mangrove dengan luasan hingga ratusan ribu hektare (ha) di pesisir Sumatera Utara.
Tidak hanya menanam, ternyata Anuar juga menjual bibit mangrove yang dikembangkannya hingga ke berbagai wilayah di Pulau Sumatera.
“2013, saya jual ke Aceh sebanyak 5,480 juta bibit mangrove. Saya jual juga ke Mandailing Natal, Nias, Sumatera Barat dan Bangka Belitung,” ujar Anuar.
Sedangkan Alex dari Kelompok Pecinta Alam Isyo Hill’s Repang Muaif dari Papua dihadapan Presiden mengatakan kelompoknya merawat hutan seluas 19 hektare yang menjadi habitat Cenderawasih.
“Kami awasi Cenderawasih supaya yang lain bisa lihat langsung di hutan. Banyak yang tidak tahu jenis-jenis Cenderawasih, kita awasi supaya yang tidak hilang,” ujar dia.
Tidak hanya menjaga hutan dan mengatasi Cenderawasih, menurut Alex, kelompoknya juga mengajak ibu-ibu disekitar hutan tersebut membuat kerajinan noken, membuka sekolah alam yang juga mengajarkan bahasa daerah dan bahasa inggris.