Jayapura, KabarBerita.id — Pendirian Masjid Al Aqsha di Jayapura, Papua mendapat penolakan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) dan minta dihentikan karena tinggi menara masjid yang melebihi gereja di sana.
Informasi mengenai ini beredar dalam bentuk surat di media sosial dan dibenarkan oleh Pendeta Robbi Depondoye, Ketua Persekutuan Gereja di Jayapura.
“Iya itu benar dari Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura,” kata Depondoye, Jum’at (16/3) seperti ditulis Kumparan.
Surat itu ditujukan kepada pihak pemerintah dan ditandatangani oleh 15 pendeta dari Gereja-Gereja di Jayapura.
Menurut pihak PGGJ dalam surat tersebut, pihaknya tidak meminta pembangunan masjid untuk sepenuhnya dihentikan, namun mereka hanya meminta tinggi masjid yang dibangun harus disesuaikan dengan tinggi gereja sekitar.
Pendeta Depondoye mengatakan bahwa agama Kristen merupakan yang pertama datang ke tanah Papua, tepatnya sejak tahun 1916. Kemudian disusul dengan masuknya pemerintah dan agama lain ke Papua. Dengan demikian, sebagai yang pertama masuk sudah seharusnya agama lain menghormati.
“Kami tidak melarang, hanya untuk pembangunan Masjid Al-Aqsha ini tolonglah tingginya tidak melebihi bangunan gereja di sekitarnya. Sejajar saja dengan gereja,” ungkapnya.
Menurut Pendeta Depondoye, rancangan bangunan Masjid Al Aqsha untuk tinggi menaranya saja sudah melebihi tinggi dari gereja di sekitarnya.
“Di rancangan pembangunannya itu sudah melebihi, menaranya itu sekarang sudah sekitar 30-an meter lebih,” ujarnya.
Kecuali itu, tambahPendeta Depondoye, selama ini untuk pembangunan rumah ibadah tidak ada komunikasi dengan pihak gereja. Mengingat agama Kristen yang pertama datang ke Papua, seharusnya ada upaya saling menghormati dengan berkomunikasi sebelum melakukan pembangunan.
“Kepada yang lain boleh mendirikan rumah ibadahnya, tetapi paling tidak permisi dulu. Permisinya kan enggak ada toh,” ujar Pendeta Depondoye.
Menurut Pendeta Depondoye, pembuatan surat edaran itu bertujuan untuk menyampaikan keresahan masyarakat kristiani di Papua. Selain masalah pembangunan Masjid Al-Aqsha, dalam surat itu pun Persekutuan Gereja meminta setiap pembangunan fasilitas ibadah harus ada pemberitahuan kepada pihak gereja.
“Secara khusus untuk pembangunan di wilayah Kabupaten Jayapura,” tegasnya.
Dalam surat edaran itu pun tertulis bahwa mereka memberi waktu kepada pihak terkait untuk merespons paling lambat 14 hari setelah pernyataan sikap.
Mereka berharap pemerintah menindaklanjuti tuntutan mereka.
“Yang penting apa yang meresahkan umat Kristen sudah kita sampaikan dan harapannya mekanisme selanjutnya akan diatur oleh pemerintah,” katanya.
