Viral  

Woww, Agar 1.000 Hari Pertama Kehidupan Anak Indonesia Tidak Sia-sia…

Sejumlah anak PAUD Suryakasih menyanyikan lagu Kasih Ibu diiringi angklung dalam peluncuran lapiran berjudul ?Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan intervensi pendidikan melalui jalur akselerasi untuk skala besar dan dampak maksimal? yang ditulis Asia Philantrophy Circle (APC) pada Selasa (5/12/2017) di Hotel Kempinski Jakarta.
Sejumlah anak PAUD Suryakasih menyanyikan lagu Kasih Ibu diiringi angklung dalam peluncuran lapiran berjudul ?Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan intervensi pendidikan melalui jalur akselerasi untuk skala besar dan dampak maksimal? yang ditulis Asia Philantrophy Circle (APC) pada Selasa (5/12/2017) di Hotel Kempinski Jakarta.

Kabarberita.id, Lantunan musik dan nyanyian lagu “Kasih Ibu” yang ditampilkan sekitar 20 anak dari Pendidikan Anak Usia Dini Suryakasih dari Rusun Pulogebang dan Rusun Pinus Elok, Jakarta Timur, sukses membuat para hadirin senyum semringah sekaligus gemas.

Bagaimana tidak, meski beberapa anak terlihat saling bercanda, tidak fokus, dan sulit diatur, lagu “Kasih Ibu” tetap haru menggema di Pelataran Ramayana Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, pada Selasa (5/12/2017). Ditambah lagi, mereka membawakannya sambil memainkan angklung.

Anak-anak yang berusia antara 3-4 tahun itu tengah menjalani masa emasnya sebagai seorang manusia. Bahkan, pertumbuhan otak yang paling signifikan terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan atau pada usia 0-2 tahun.

Diwartakan Kompas.com, Minggu (18/12/2016), dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang, dr Bernie Endyarni Medise, SpA (K), mengatakan, berat otak bayi yang baru lahir rata-rata 400 gram.

Kemudian, pada usia 2-3 tahun, beratnya menjadi sekitar 1.100 gram. Saat dewasa, beratnya menjadi sekitar 1.400 gram.

Sekitar seratus anak dari Rusunawa Marunda mengunjungi Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2014).

Perkembangan pada periode itulah yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan pada usia dini hingga 6 tahun, yang kelak akan menentukan kualitas tumbuh kembang seorang anak hingga dewasa.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) memang telah lama menjadi perhatian pemerintah. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa negara memberikan layanan pendidikan kepada setiap warga negara sejak usia dini.

Hal ini dikuatkan oleh hasil temuan Asia Philanthropy Circle (APC) yang tertuang dalam laporan berjudul “Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan Intervensi Pendidikan Melalui Jalur Akselerasi untuk Skala Besar dan Dampak Maksimal”.

Pendidikan dan pengembangan anak usia dini menjadi salah satu dari empat bidang yang direkomendasikan untuk para pegiat filantropi yang tertarik berkontribusi untuk pendidikan di Indonesia.

“Tadinya kami hanya berfokus pada pendidikan jenjang TK hingga SMA. Namun, kami akhirnya melihat betapa pentingnya PAUD, jadi cakupan kami diluaskan,” kata Belinda Tanoto, anggota APC sekaligus Dewan Pembina Tanoto Foundation, saat berbincang dengan Kompas.com pada acara peluncuran laporan tersebut, Selasa (5/12/2017) di Hotel Kempinski Jakarta.

Belinda Tanoto (kiri) beserta Phillia Wibowo dari McKinsey & Company (dua dari kiri) dan Victor R. Hartono selaku Ketua APC Cabang Indonesia dan Presiden Direktur Djarum Foundation (dua dari kanan), memaparkan temuan mereka dalam laporan ?Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan intervensi pendidikan melalui jalur akselerasi untuk skala besar dan dampak maksimal? di Hotel Kempinski Jakarta, Selasa (5/12/2017).

Laporan “Giving Guide” yang merupakan hasil kolaborasi antara APC, perusahaan konsultan McKinsey & Company, serta penasihat strategi AlphaBeta ini memaparkan sejumlah hal yang bisa meningkatkan pendidikan dan pengembangan anak usia dini.

Memulainya dari awal adalah poin pertama yang disebutkan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi haruslah efektif, terlebih pada 1.000 hari pertama anak.

Ada banyak akibat jika nutrisi pada masa emas ini tidak terpenuhi, misalnya stuntingIstilah tersebut merujuk pada keadaan ketika anak balita kekurangan gizi kronis sehingga tubuhnya terlalu pendek untuk usianya. Namun, stunting baru terdeteksi setelah anak berusia 2 tahun.

Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan melaksanakan studi Pemantauan Status Gizi (PSG) dengan sampel dari rumah tangga yang mempunyai anak balita di Indonesia.

Hasilnya, sebesar 29 persen anak balita Indonesia termasuk kategori pendek, dengan persentase tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Di dunia, Indonesia menduduki posisi ke-17 dari 117 negara terkait kondisi stunting, walau sudah menunjukkan penurunan dibanding tahun 2013.

Perlu diketahui bahwa stunting ini bahkan terjadi di daerah yang kaya akan sumber pangan. Makanan melimpah di sana.

Di sinilah orangtua harus memahami bahwa perkembangan dan pertumbuhan anak akan optimal bukan karena sumber pangan yang banyak, melainkan sumber pangan dengan gizi yang sesuai.

Masih menurut temuan “Giving Guide” ini, disebutkan bahwa sesungguhnya orangtua sudah menyadari pentingnya pendidikan anakusia dini. Hanya, sebagian besar dari mereka hanya berfokus pada pengembangan yang bersifat angka dan aksara, bukan kemampuan kognitif yang lebih luas.

Padahal, menangani anak usia dini haruslah sesuai dengan tahap tumbuh-kembang anak. PAUD bukanlah tempat untuk mengajar anak seperti di sekolah, melainkan lebih sebagai wahana memberikan kesempatan kepada anak untuk melejitkan seluruh potensi kecerdasannya melalui pendekatan bermain sambil belajar.

Oleh sebab itu, peran dan kualitas guru juga tidak boleh diabaikan. Selama ini, hibah dan bantuan dari masyarakat atau filantropi hanya menyasar pada infrastruktur, bukannya instruktur. Padahal, kualitas guru juga menjadi kunci kesuksesan pendidikan anak usia dini.

Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Jokowi berjoged bersama 1.200 guru PAUD se DKI Jakarta

Pada akhirnya, aspek-aspek penting ini—nutrisi, kesadaran orangtua, dan kualitas guru—tidak dapat dipisahkan dan saling terkait.

Jika hal-hal tersebut sudah terpenuhi, peran pemerintah, masyarakat sipil, dan pegiat filantropi akan semakin mendukung pendidikan dan pengembangan pendidikan anak usia dini.

Belinda memaparkan, sesungguhnya sudah banyak pihak yang bekerja di bidang pendidikan dengan tujuan yang sama. Namun, mereka seakan bekerja sendiri-sendiri.

Oleh sebab itu, panduan ini diharapkan bisa menjadi langkah bersama untuk bekerja sama sehingga apa yang diberikan untuk pendidikan Indonesia bisa lebih terfokus.

“Kami berharap akan lebih banyak lagi kolaborasi yang memberikan dampak yang baik dan besar untuk sistem pendidikan di Indonesia, dan kami siap mendukung pegiat filantropi untuk mewujudkan itu,” kata Belinda.

 

sumber : Kompas.com

Tinggalkan Balasan