Kabar Berita.id -Pemerintah berutang dari berbagai sumber hingga ribuan triliun rupiah dalam rangka membiayai pembangunan jangka panjang. Dengan utang sebesar itu, timbul pertanyaan, apakah negara dalam posisi yang aman serta bagaimana utang-utang tersebut dilunasi?
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan Scenaider Clasein Siahaan menjelaskan, cara pemerintah mengelola utang sebagai pembiayaan itu menjadi satu-satunya cara agar negara berada dalam posisi aman. Ada sejumlah cara menjaga utang tetap aman dan bisa dimanfaatkan maksimal, seperti memilih tenor jatuh tempo sesuai dengan kebutuhan pembiayaan.
“Gabungkan efisiensi dengan risiko. Kami bisa cari utang murah, tapi itu jangka waktunya lebih pendek. Kalau 10 tahun tenor pinjamannya, itu bayar 6,7 persen per tahun. Kalau kami pinjam 1 tahun, itu harus siap-siap melunasi saat jatuh tempo dalam jumlah besar. Karena itu, yang kami lakukan adalah menggabungkan, jangan sampai semua 10 tahun karena itu lebih mahal,” kata Scenaider saat berbincang dengan Kompas.com, Jumat (8/12/2017).
Menurut Scenaider, utang jangka panjang punya karakteristik bunga yang lebih besar, tetapi di satu sisi cicilan lebih ringan serta memiliki risiko keamanan lebih kecil.
Adapun karakteristik utang jangka pendek adalah bunga lebih kecil, tetapi masa pelunasan yang relatif cepat dinilai bisa mengganggu arus kas pembiayaan negara. Terlebih, jika penerimaan negara tidak terlalu besar.
“Bisa dibayangkan kalau utang Rp 3.800 triliun jatuh tempo dalam waktu 1 tahun, akan sangat berat bayarnya. Penerimaan pajak mungkin hanya sekitar Rp 1.700 triliun setahun. Kalau dikelola dengan baik, disebar, direncanakan 9 tahun penyebarannya, setiap tahun sekitar Rp 400 triliun. Bisa enggak bayar jatuh tempo Rp 400 triliun tiap tahun? Bisalah,” ujar dia.
Selain itu, mata uang untuk utang yang juga diajukan bisa berbeda-beda. Masing-masing mata uang memiliki potensi risikonya masing-masing.
Scenaider menjelaskan, tidak bisa semua utang dalam mata uang rupiah. Juga tidak bisa seluruhnya menggunakan dollar AS, melainkan perlu dicampur dan ada porsi tersendiri terhadap mata uang tertentu.
“Kupon valas lebih rendah dari rupiah. Tapi masalahnya, kalau terjadi depresiasi, kami bayar lebih mahal. Jadi, digabungkan itu. Oke, ada risiko depresiasi, kami akan bayar lebih banyak rupiahnya. Kami hitung, simulasikan porsinya, berapa banyak valas dan berapa persen yang rupiah. Itu yang kami katakan, dikelola dengan hati-hati,” tutur Scenaider.
Strategi itu sampai saat ini diterapkan pemerintah. Dari pengelolaan pembiayaan tersebut, pemerintah telah mendanai sejumlah proyek pengembangan sumber daya manusia serta pembangunan infrastruktur strategis lainnya.
Sumber : Kompas.com